Seperti pantauan detikcom di Dukuh Krajan, Desa Batubonang, Kecamatan Badegan, Ponorogo, suasana permukiman tampak sepi. Yakni setelah ditinggalkan 52 warganya yang pindah ke Kabupaten Malang untuk mondok di Ponpes Miftahul Falahil Mubtadin.
Sebelumnya di dusun tersebut tinggal seorang bernama Katimun (48) yang diduga sebagai penyebar doktrin kiamat sudah dekat. Puluhan warga yang percaya langsung menjual semua aset dan pergi berlindung ke ponpes yang ada di Kecamatan Kasembon, Kabupaten Malang itu.
Katimun diketahui sebagai salah satu santri dan jemaah dari ponpes Miftahul Falahil Mubtadin. Seperti diterangkan dalam rilis yang dikeluarkan pihak Kecamatan Badegan.
"Pada awalnya mereka dipengaruhi atau diajak oleh saudara Katimun, warga Dukuh Krajan, Desa Watubonang yang merupakan jemaah santri di sana, yang memberikan fatwa kepada jemaah (52 warga yang minggat ke Malang)," kata Camat Badegan, Ringga Dh Irawan, Rabu (13/3).
Menariknya, di teras rumah Katimun menempel sebuah foto pria mengenakan gamis dan surban. Dalam foto tersebut tertulis nama Kiai Agus Muhammad Romli Sholeh. Menurut Ringga, M Romli merupakan pengasuh Ponpes Miftahul Falahil Mubtadin. Katimun memasang foto tersebut di dinding teras sebagai alat penangkal gempa.
"Foto pengasuh dijual seharga Rp 1 juta sebagai pusaka (teknologi anti gempa)," imbuh Ringga.
Namun terkait foto tersebut dibantah keras oleh M Romli. Meski ia tidak menjelaskan khasiat dari foto dirinya, namun ia menegaskan jika foto tersebut tidak dijual dengan harga semahal itu.
![]() |
Selain itu, pengasuh ponpes juga membantah dan menjelasakan doktrin kiamat sudah dekat hingga soal huru-hara yang akan terjadi pada Ramadan mendatang. Menurutnya, huru-hara yang dimaksud bukan semata-mata peperangan.
"Huru-hara itu ya meteor yang jatuh di Bulan Ramadan. Jadi jemaah harus menyiapkan diri sebelumnya, karena itu menjadi 10 tanda besar terjadinya kiamat," kata M Romli.
Kemudian ia juga menyayangkan program triwulanan yang sudah ia gelar dalam 3 tahun terakhir diartikan sebagai fatwa kiamat sudah dekat. Menurutnya itu bukan soal kiamat tapi menyongsong salah satu tanda kiamat. Yakni jatuhnya meteor.
Terlepas dari itu, Ponpes Miftahul Fallahil Mubtadin yang berada di Desa Sukosari, Kecamatan Kasembon, Kabupaten Malang mengakui telah mengajarkan Thoriqoh Musa. Atau Thoriqoh Akmaliyah As- Sholihiyah di mana pengikut atau jemaahnya disebut MUSA AS.
"Di sini memang mengajarkan Thoriqoh Musa. Seperti ada di tempat-tempat lain. Itu disampaikan Gus Romli (pengasuh) kepada kami," kata Kapolres Batu AKBP Budi Hermanto kepada detikcom di Ponpes.
Meski mengajarkan Thoriqoh Musa, selaku pengasuh ponpes Gus Romli membantah telah mengeluarkan fatwa menyimpang. Termasuk 7 fatwa yang diduga disebarkan di Dusun Krajan, Desa Watubonang, Kecamatan Badegan, Ponorogo. Seperti fatwa kiamat sudah dekat, soal perang, kemarau panjang, bendera tauhid, foto anti gempa, larangan sekolah hingga hukuman untuk orang tua.
Gus Romli mengaku hanya menyampaikan 10 tanda besar kiamat yang tersebut dalam Alquran dan Hadist. Seperti jatuhnya meteor. Yang kemudian digelar program triwulanan sejak Rajab sampai Ramadan untuk menyongsong meteor.
Romli menjelaskan jika MUSA AS merupakan jemaah solawat dari Thoriqoh Akmaliyah As- Sholihiyah. "Dan MUSA AS itu ada singkatannya yaitu Mulyo Sugih Ampuh Asal Sendiko Dawuh. Kalau Thoriqohnya Akmaliyah As-sholihiyah. Saya di sini mursyidnya (guru), mereka ingin mengikuti guru menyongsong jatuhnya meteor sebagai bagian tanda kiamat," pungkas Gus Romli
Saksikan juga video 'Penjelasan Ponpes di Malang Soal Fatwa Kiamat Sudah Dekat':
(sun/bdh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini