TAP sendiri dibentuk berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 060.1/Kep.1244-Org/2018 yang dikeluarkan pada 27 November 2018. Tim itu diketuai Rektor Unpad Tri Hanggono Achmad ini diisi oleh belasan pakar dengan latar belakang berbeda.
Misalnya saja di dewan eksekutif terdapat mantan Komisioner KPU Jabar Ferdhiman Putera Bariguna, adik kandung Ridwan Kamil Elpi Nazmuzzaman, eks timses di Pilgub Jabar Lia Endiani, Sri Pujiyanti dan Arfi Rafnialdi yang menjabat sebagai Ketua Harian TAP.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sekretaris Fraksi Gerindra DPRD Jabar Daddy Rohanady khawatir kehadiran anggota keluarga dalam TAP bisa terjadi konflik kepentingan. Karena menurutnya potensi itu bisa terjadi.
"Kan namanya keluarga pasti pengen keluarganya, kasarnya sohor lah. Kalau dalam Sunda maupun Jawa ada istilah biar tekor asal kesohor. Ini repot urusannya kalau sudah seperti itu," katanya saat dihubungi, Rabu (13/3/2019).
Dia berharap itu hanya menjadi kekhawatiran dirinya saja. Tapi dari pengalaman, ketika seorang pejabat melibatkan keluarga berpotensi terjadi konflik kepentingan. "Bahwa itu dikemas jadi seperti apa, masing-masing orang pintar ngemas," ucapnya.
Mengenai mantan anggota komisioner dia juga khawatir ada kepentingan di baliknya. Misalnya saja sebagai tanda jasa dari seorang Ridwan Kamil kepada mantan komisioner tersebut telah membantunya dalam Pilgub Jabar.
"Beginilah kalau disebut balas jasa pasti enggak mau, enggak ini kami profesional. Tapi kita tahu, kita ini bukan orang bodoh. Bukan rahasia lagi lah, bagaimana pemenang pemilu kemudian berterima kasih kepada mereka yang telah bantu memenangkan," ucapnya.
Akan tetapi, dia mencoba berpikir positif dengan kehadiran sosok-sosok tersebut di TAP Ridwan Kamil. Karena menurutnya praktik nepotisme kadang kala ada baiknya bila dilakukan secara tepat dan bijaksana.
"Dalam artian begini, kita menyerahkan suatu pekerjaan kepada seseorng yang bukan ahli ini masalahnya udah pasti hancur. Atau kita menyerahkan kepada orang punya kaitan tadi conflict of interest," ucapnya.
Untuk itu, dia meminta semua pihak ikut mengawasi kerja TAP ini. Jangan sampai ada konfik kepentingan di balik pembentukan TAP ini.
"Tetap harus kita jaga jangan sampai conflict of interest itu bagaimana orang misalnya jangan sampai kerjanya salah enggak ditegur. Akhirnya mari kita lihat bareng-bareng mudah-mudahan kekhawatiran tadi tidak terjadi," ujarnya.
![]() |
Dihubungi terpisah, Anggota Fraksi Partai Demokrat Didin Supriadin menyatakan, sejak awal tak setuju dengan adanya TAP. Pasalnya dari sisi regulasi dia tidak melihat ada kekuatan yang jelas.
"TAP tidak ada payung hukumnya, di UU 23 tentang pemerintah daerah dan PP 18 tentang perangkat daerah tidak mengatur tim-tim seperti itu. Tim itu bukan unsur birokrasi, kebanyakan mengakomodir tim sukses," katanya.
Apalagi bila benar ada adik kandung dan sepupu gubernur masuk dalam TAP dia memandang itu sudah keluar dari semangat reformasi birokrasi. "Kalau benar ada adiknya gubernur, itu sudah keluar dari semangat reformasi birokrasi, bagian dari nepotisme," ucapnya.
Belum lagi mengenai honor atau biaya operasional untuk semua anggota TAP yang akan menjadi beban APBD. "Saya berharap TAP dibubarkan saja, dari pada menjadi temuan daripada jadi masalah," katanya.
Disinggung akan ada sikap resmi dari fraksi atau komisi mengenai hal ini, dia menyebut belum ada. Tapi dia secara pribadi mempertanyakan keperluan pembentukan TAP.
"Saya menggunakan hak saya sebagai anggota DPRD mempertanyakan soal itu, saya kira nanti secara lembaga DPRD di dalam pansus yang membahas terkait LKPJ gubernur bisa saja dipertanyakan terkait TAP ini," ujarnya. (mso/ern)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini