"Putri saya hanya ditinggali pesan kalau suaminya pergi ke Malang ikut rombongan lain yang sudah berangkat terlebih dahulu," kata Katiyem kepada detikcom, Rabu (13/3/2019).
Katiyem sedih karena saat menantunya berangkat, hujan lebat mengguyur. Menurutnya, sang menantu pergi hanya membawa pakaian serta sejumlah uang. Beruntung, menantunya tidak menjual harta benda seperti warga lain.
"Tidak ada yang dijual, mungkin dia bawa uang sedikit," imbuhnya.
Warga lain, Joko Susilo (32) menambahkan, aktivitas semua jemaah atau puluhan warga yang diduga terpapar doktrin kiamat sama seperti masyarakat pada umumnya. Warga sering belajar agama bersama. Bahkan ada bangunan musala dan gazebo untuk belajar agama.
"Iya biasa saja, seperti selawatan, zikir, tidak ada yang berbeda," kata Joko.
Menurut Joko, para jemaah melakukan selawatan dan zikir tiap malam Rabu dan malam Sabtu. Selain itu, para jamaah beribadah seperti biasa. Tidak ada yang berbeda.
"Sikap antar warga pun baik, tidak ada yang berbeda antara jemaah dan bukan, tapi jemaahnya sampai ke luar Badegan juga," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, 52 warga Ponorogo berpindah ke Malang setelah mendapatkan pemahaman mengenai isu kiamat, perang dan kemarau panjang yang akan melanda. Mereka rela menjual aset berharga demi berlindung di sebuah pesantren di Kabupaten Malang. (sun/bdh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini