Dugaan ini disampaikan kurang dari sepekan setelah pertemuan kedua antara pemimpin Korut Kim Jong-Un dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di Hanoi, Vietnam, yang gagal mencapai kesepakatan.
Dilaporkan kantor berita Korsel, Yonhap News Agency dan dilansir Press TV, Rabu (6/3/2019), hal itu diungkapkan dalam laporan yang baru dirilis oleh Dinas Intelijen Nasional (NIS) pekan ini. Laporan NIS menyebut bahwa Korut 'tampaknya mulai memasang kembali atap dan pintu' di fasilitas Dongchang-ri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dugaan Korut mulai memperbaiki fasilitas peluncuran rudal miliknya ini diumumkan NIS saat menyampaikan penjelasan kepada Komisi Intelijen Dewan Nasional Korsel. Ditegaskan juga oleh NIS bahwa 'informasi yang dimiliki AS sama dengan punya kami'.
Di sisi lain, laporan yang disampaikan NIS ini mengonfirmasi bahwa akhir tahun lalu, Korut menghentikan operasional reaktor 5-megawatt di kompleks nuklir utama yang ada di Yongbyon, sebelah utara Pyongyang. "Dengan tanpa ada tanda-tanda aktivitas pemrosesan ulang di sana," sebut laporan itu.
Disebutkan juga bahwa terowongan bawah tanah di lokasi uji coba nuklir di Punggye-ri masih ditutup dan tanpa ada perawatan sejak Korut menghancurkannya pada Mei tahun lalu.
Pertemuan pertama antara Kim Jong-Un dan Trump di Singapura pada Juni 2018 menghasilkan kesepakatan untuk melakukan upaya-upaya menuju denuklirisasi Semenanjung Korea. Namun perkembangan menuju denuklirisasi berjalan lamban, terutama karena AS menolak mencabut sanksi-sanksi untuk Korut.
Sejauh ini, Korut telah melakukan beberapa langkah menuju denuklirisasi seperti menangguhkan uji coba rudal dan nuklir, menghancurkan setidaknya satu lokasi uji coba nuklir dan sepakat mengizinkan para pemeriksa internasional untuk mengakses fasilitas pengujian mesin rudal. Namun AS bersikeras bahwa sanksi-sanksi terhadap Korut harus tetap diberlakukan hingga rezim komunis itu membongkar program nuklirnya secara sepenuhnya dan tidak bisa diubah.
Pertemuan kedua yang digelar di Vietnam pada 28 Februari lalu, diharapkan bisa mencapai kesepakatan denuklirisasi dan pencabutan sanksi-sanksi. Namun faktanya, pertemuan berakhir tanpa mencapai kesepakatan, yang menurut Trump, kegagalan pertemuan itu dikarenakan Korut menuntut pencabutan semua sanksi sebagai syarat denuklirisasi.
Namun pemerintah Korut membantah klaim Trump tersebut. Menteri Luar Negeri Korut, Ri Yong-Ho menyatakan bahwa Korut tidak pernah meminta pencabutan semua sanksi, melainkan hanya meminta pencabutan sebagian sanksi.
(nvc/ita)