Ombudsman: Reforma Agraria 4 Tahun Terakhir Relatif Jalan di Tempat

Ombudsman: Reforma Agraria 4 Tahun Terakhir Relatif Jalan di Tempat

Indra Komara - detikNews
Senin, 04 Mar 2019 13:11 WIB
Anggota Ombudsman Ri Alamsyah Saragih (tengah). (Foto: Indra Komara/detikcom)
Jakarta - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) melaporkan progres tinjauan evaluasi kebijakan reforma agraria pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Ombudsman RI. Dari pelaporan itu, Ombudsman menyatakan reforma agraria selama 4 tahun jalan ditempat.

"Kita di Ombusdman melihat sama KPA kalau kita boleh nyatakan bahwa sebetulnya reforma agraria yang tujuan utamanya itu relatif jalan di tempat selama 4 tahun. Kalaupun ada satu prestasi sertifikasi dan sebagainya, itu adalah sertifikasi di wilayah yang merupakan clear n clean yang sebetulnya hak warga negara yang dalam situasi normal," kata Anggota Ombudsman RI Alamsyah Saragih di kantornya di Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (4/3/2019).

Ombudsman dan KPA menilai sertifikasi tak masuk dalam kebijakan reforma agraria karena bersifat belanja layanan administrasi yang memang diperlukan masyarakat. Pembagian sertifikat tanah dinilai tak menyelesaikan esensi dari ketimpangan lahan dan keadilan agraria.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT




"Jadi bagi kami, sertifikasi itu belum masuk ke agenda reforma, itu lebih ke sifatnya adalah belanja layanan administrasi biasa yang memang diperlukan juga oleh masyarakat. Tapi memang belum menyelesaikan esensi masalah dan ketimpangan lahan, dan apa yang ingin dicapai oleh reforma agraria yakni keadilan agraria," ujarnya.

"Dan ini bukan problem presiden semata, ini problem kita sebagai bangsa. Jadi tidak ada gunanya juga bagi Ombudsman menyalahkan presiden, tapi ada beberapa hal yang jadi catatan Ombudsman," kata Alamsyah.

Catatan pertama Alamsyah dari laporan KPA ini yakni reforma agraria merupakan agenda konstitusional untuk mengembalikan struktur penguasaan lahan sesuai mandat konstitusi. Penyelesaiannya juga bukan sekadar agenda eksekutif atau presiden.

"Saya tak bisa membayangkan kalau persoalan konflik ini tak direspons dengan baik oleh pengadilan. Kemudian BPK. Saya tak yakin ada menteri yang berani menyelesaikan masalah sengketa di PTPN karena status asetnya tersebut akan sangat sulit dikeluarkan bila BPK menyatakan bisa terjadi pengalihan aset negara," jelasnya

"Kemudian otoritas jasa keuangan juga penting karena menyangkut iklim usaha, kemudian pelaku sektor terkait yang mungkin juga perlu diajak kami harap ini bisa dilakukan walau perpres sudah ada," imbuhnya.




Ombudsman menyarankan presiden membuat suatu kesepakatan yang melibatkan di antaranya Mahkamah Agung (MA), kejaksaan, polisi, BPK. Dengan kesepakatan itu kendali kebijakan reforma agraria berada di tangan presiden.

"Kalau tak ada konsensus, perangkat ini mubazir karena mereka tak bisa merespons daerah yang tidak clear n clean karena penuh kecemasan. Kalau Menkeu, Kejaksaan Agung, Kepolisan di bawah kendali Presiden itu bisa," lanjut Alamsyah.

Ketiga, Ombudsman menilai kesepakatan ini penting untuk mencapai target nasional. Keempat, kata Alamsyah, perlu segera dilakukan inventarisasi terhadap peraturan yang sifatnya operasional dan terindikasi kontraproduktif terhadap agenda reforma agraria.

"Terakhir, keterbukaan informasi adalah sarat dasar untuk reforma agraria yang akuntabel. Maka untuk itu informasi seperti penguasaan lahan skala besar HGU, izin usaha itu harus bisa diakses oleh masyarakat ketika mereka memerlukan. Apalagi MA sudah memutuskan sebagai informasi terbuka, dan ini bukti kalau belum jalan mengapa penting konsensus nasional perlu diinisiasi presiden sebagai pemegang kekuasaan administrasi tertinggi," kata Alamsyah.

Sementara itu, Sekjen KPA Dewi Kartika mengatakan laporan evaluasi ini perlu dilakukan karena khawatir kebijakan reforma agraria ini hanya untuk saling menjatuhkan lawan politik di Pilpres 2019 pascadebat capres kedua. Maka, KPA datang ke Ombudsman agar pemerintah benar-benar menjalani implementasi dari reforma agraria.

"Saat ini berkembang terkait ketimpangan pemilikan tanah pasca debat kedua ini dikhawatirkan hanya akan berakhir untuk menguatkan atau melemahkan elektabilitas sehingga kami merasa perlu dari KPA mendorong dengan Ombudsman bagaimana mengatasi kebuntuan implementasi di mana terjadi konflik yang menahun dan tak adanya jaminan hukum bagi masyarakat desa yang selama 4 tahun sudah melaporkan," papar Dewi. (idn/zak)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads