"Tujuan utamanya hanya untuk memohon keadilan saja. Perkaranya itu begini kan ada audit yang dilakukan BPK, yang menurut Sjamsul Nursalim dianggap itu melanggar hukum," kata Otto kepada detikcom, Senin (25/2/2019).
Alasannya, BPK melakukan audit tanpa mengonfirmasi apapun ke pihak Sjamsul selaku auditee atau pihak yang diaudit. Menurutnya, BPK melakukan audit berdasarkan permintaan KPK dan hanya menggunakan data dari KPK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ternyata BPK ini hanya memeriksa berdasarkan data-data bukti-bukti yang hanya diserahkan secara sepihak oleh KPK," ujar Otto.
"Jadi KPK minta BPK tolong periksa ini, tapi bukti dari KPK. Mestinya, prosedurnya itu BPK harus mengonfirmasi bukti-bukti ini kepada pihak terkait benar nggak bukti ini, umpanya ada di dalam proses BPK itu ada audit ada auditee. Dikatakan, auditee itu yang diperiksa harus ditanya dong," sambungnya.
Dia mengaku tak tahu apakah audit ini juga yang digunakan oleh KPK saat menangani kasus dugaan korupsi terkait skandal BLBI dengan tersangka Ketua BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung. Otto menyebut gugatan ini hanya berkaitan dengan kepentingan Sjamsul selaku kliennya.
Baca juga: Sjamsul Nursalim Gugat BPK Terkait BLBI |
"Kita nggak mau kaitkan dengan yang lain. Kita kan berkaitan dengan Pak Sjamsul. Kenapa dikatakan ada kerugian negara padahal mestinya harus dicek kepada semuanya. Jadi jangan dong kalau hanya dari sepihak saja pasti salah semua kan," tuturnya.
Sjamsul sebelumnya mengajukan gugatan terhadap BPK di PN Tangerang. Berdasarkan data di situs Sistem Infornasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Tangerang, gugatan itu didaftarkan sejak Selasa (12/2) dengan nomor perkara 144/Pdt.G/2019/PN Tng.
Pihak penggugat merupakan Sjamsul melalui kuasa hukumnya, Otto Hasibuan. Sedangkan tergugat disebutkan atas nama I Nyoman Wara, yang merupakan auditor BPK dan BPK. Nyoman merupakan salah satu saksi ahli yang dihadirkan KPK saat sidang Syafruddin.
Salah satu petitum dalam gugatan ini ialah agar pengadilan menyatakan 'Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif dalam Rangka Penghitungan Kerugian Negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pemberian Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham/Surat Keterangan Lunas kepada Sdr. Sjamsul Nursalim selaku Pemegang Saham Pengendali BDNI pada Tahun 2004 Sehubungan dengan Pemenuhan Kewajiban Penyerahan Aset oleh Obligor BLBI kepada BPPN Nomor 12/LHP/XXI/08/2017 tanggal 25 Agustus 2017' tidak sah, cacat hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Sjamsul sendiri beberapa kali mangkir dari panggilan KPK terkait kasus skandal BLBI. KPK memanggil Sjamsul sebagai saksi karena statusnya sebagai pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).
Sementara itu, Syafruddin sudah divonis penjara selama 13 tahun, yang kemudian meningkat menjadi 15 tahun di tingkat banding.
Dalam putusannya, hakim menyatakan Syafruddin bersalah melanggar hukum terkait skandal BLBI dan menyebarkan kerugian keuangan negara Rp 4,5 triliun serta menguntungkan Sjamsul sebesar Rp 4,5 triliun.
Majelis hakim meyakini perbuatan Syafruddin dilakukan bersama-sama dengan Sjamsul serta istrinya Itjih Nursalim dan Dorodjatun Kuntjoro-Jakti. (haf/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini