"Bukan gagal ya, tapi PSSI sebagai pengelola Liga Indonesia tidak punya visi memproteksi netralitas sepak bola. Tidak pernah berinteraksi dengan masyarakat tentang isu yang berkembang. Akhirnya terjadilah seperti itu," katanya dalam rilis yang diterima redaksi, Selasa (19/2/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kondisi saat ini, sepak bola tidak hanya digiring ke politik. Namun netralitas sepak bola juga sempat digiring isu agama, seperti save Palestina," ucapnya.
Menurutnya, berbagai kasus itu terjadi menjadi bukti tidak profesionalnya PSSI mengurus sepak bola tanah air. Seharusnya PSSI bisa meredam isu politik dan isu lainnya masuk dan mengganggu dunia sepak bola.
"Suporter itu ada koordinatornya kan. Seharusnya bisa diantisipasi, dicegah. Sebab utamanya, suporter ini, di manapun bukan orang sembarangan," katanya.
Dia juga memandang, PSSI selama ini tidak memiliki perencanaan yang jelas tentang sepak bola Indonesia. Terutama menyangkut pembinaan suporter.
"Ketika faktor kesengajaan sudah terjadi sekali. Maka saya yakin akan terjadi lagi nanti. Jika itu terjadi maka sepak bola sudah jauh dari harapan," ujarnya.
Sementara itu, pengamat politik Unpad Muradi menambahkan, dalam memen Pilpres saat ini semua hal bisa terjadi. Namun sayangnya hal tersebut kadang diungkapkan tidak pada tempatnya. Contohnya aksi segelintir bobotoh yang menyebut nama Prabowo di dalam stadion.
"Bila masalah olahraga dicampur politik, maka penyelenggara bisa kena sanksi. Bahkan, paling keras jika tim tuan rumah menang bisa didiskualifikasi," katanya.
Menurut Muradi, bila ada hal ini terbukti ada kesengajaan maka beberapa pihak harus terlibat untuk menginvestigasi hal tersebut. Salah satunya Bawaslu.
"Ini yang akan mengikat, jika terulang, maka manajemen dan panpel bisa disanksi atau didenda oleh Bawaslu karena tidak menertibkan suporter. Itu bisa dilaporkan," ujarnya.
Simak Juga 'Ridwan Kamil Diteriaki 'Prabowo' Saat Nonton Persib Bandung':
(mso/ern)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini