"Jumlah warga yang mengungsi ada 83 jiwa. Mereka tersebar di 10 titik pengungsian. Adapun rumah rusak ada 22 rumah dan 1 mushola," ujar Sekretaris Desa Kebutuhjurang, Ahmad Sutarno kepada wartawan di posko darurat, Senin (18/2/2019).
"Kebetulan ada rumah kososng karena penghuninya sedang merantau. Sekarang rumah itu digunakan untuk mengungsi warga karena rumah rusak," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada 6 rumah yang sudah dibongkar untuk menyelamatkan material bangunan. 6 rumah ini memang sudah rusak berat," kata Sutarno.
Saat ini, warga secara bertahap memindahkan perabotan rumah ke tempat yang lebih aman. Mengingat pergerakan tanah masih terus terjadi setiap hari, terutama saat turun hujan.
"Setiap hari tanah masih bergerak, makanya ini perabotan seperti gelas piring, lemari dan lainnya diamankan," terangnya.
Disampaikan, pergerakan tanah mulai terjadi 6 Februari 2019 lalu. Namun, setiap harinya retakan tanah terus bertambah. Ia menuturkan, yang membuat khawatir karena retakan tanah terjadi di tengah-tengah pemukiman penduduk.
"Retakan tanah berbentuk tapal kuda, dan itu melewati pemukiman penduduk. Akibatnya, banyak rumah warga yang berada di RT 4 RW 6 rusak," jelasnya.
Untuk kerugian akibat bencana tanah gerak ini, pihaknya masih melakukan pendataan. Sebab, jumlah rumah rusak tiap hari terus bertambah seiring tingginya intensitas hujan.
Murdianto (45) korban tanah gerak di Desa Kebutuhjurang mengaku was-was saat hujan turun. Sehingga, ia bersama istri dan dua anaknya mengungsi di rumah kosong.
"Kami terpaksa mengungsi, karena tembok rumah sudah ada yang jebol. Sekarang kalau siang mulai memindah barang-barang yang sekiranya masih bisa dipakai," tuturnya. (sip/sip)