"Menuntut supaya majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini, menyatakan terdakwa Eni Maulani Saragih terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata jaksa KPK Lie Putra Setiawan saat membacakan surat tuntutan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (6/2/2019).
Eni diyakni bersalah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Uang suap dimaksud agar Eni membantu Kotjo mendapat proyek di PLN. Proyek itu sedianya ditangani PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI) dengan Blackgold Natural Resources Ltd (BNR) dan China Huadian Engineering Company Limited (CHEC Ltd). Kotjo merupakan pemilik BNR yang mengajak perusahaan asal China yaitu CHEC Ltd untuk menggarap proyek itu.
Jaksa mengatakan, Kotjo meminta bantuan Setya Novanto yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Golkar untuk mendapat akses dengan PLN demi melancarkan bisnisnya. Kotjo dan Novanto memang sebelumnya disebutkan merupakan kawan lama. Novanto pun mempertemukan Kotjo dengan Eni sebagai anggota DPR yang membidangi energi, riset, teknologi, dan lingkungan hidup.
"Setya Novanto menyampaikan kepada terdakwa agar mengawal Johanes Budisutrisno Kotjo dalam proyek PLTU. Untuk itu Johanes Budisutrisno Kotjo nantinya menjanjikan hadiah berupa uang kepada terdakwa," ucap jaksa
Setelah Novanto terjerat kasus proyek e-KTP, Eni melaporkan perkembangan proyek PLTU Riau-1 kepada Plt Ketum Partai Golkar Idrus Marham. Ketika itu Idrus yang menjabat Sekjen Golkar menggantikan Novanto selaku Ketum Golkar saat itu.
Jaksa mengatakan Eni mendapat perintah dari Idrus agar meminta uang kepada Kotjo untuk kepentingan Golkar. Eni pun mengirim pesan singkat via WhatsApp ke Kotjo berisi permintaan uang USD 3 juta dan SGD 400 ribu. Komunikasi itu berlanjut dengan pertemuan langsung antara Eni, Idrus, dan Kotjo.
"Idrus Marham mengarahkan terdakwa untuk meminta uang sejumlah USD 2,5 juta kepada Johanes Budisutrisno Kotjo untuk keperluan Munaslub Partai Golkar," ujar jaksa.
"Penerima uang dari Kotjo dan sebagian sejumlah Rp 2,25 miliar diterima bersama-sama Idrus Marham terlihat ada kerja sama perbuatan menerima sesuatu," imbuh jaksa.
Selain itu, jaksa menyakini Eni bersalah menerima gratifikasi sebesar Rp 5,6 miliar dan SGD 40 ribu. Uang itu diterima Eni dari sejumlah direktur dan pemilik perusahaan di bidang minyak dan gas (migas).
Berikut rincian uang yang diterima Eni dari pengusaha migas:
1. Prihadi Santoso selaku Direktur PT Smelting sebesar Rp 250 juta
2. Herwin Tanuwidjaja selaku Direktur PT One Connect Indonesia (OCI) sebesar Rp 100 juta dan SGD 40 ribu.
3. Samin Tan selaku pemilik PT Borneo Lumbung Energi & Metal sebesar Rp 5 miliar.
4. Iswan Ibrahim selaku Presiden Direktur PT Isargas sebesar Rp 250 juta.
"Seluruh uang hasil penerimaan atau gratifikasi tersebut telah digunakan oleh terdakwa untuk membiayai kegiatan pilkada di Kabupaten Temanggung yang diikuti oleh suami terdakwa yaitu M Al Khadziq serta untuk memenuhi kebutuhan pribadi terdakwa," jelas jaksa.
Dalam Pilkada Kabupaten Temanggung itu, Khadziq berpasangan dengan Heri Wibowo sebagai calon wakil bupati yang diusung Partai Golkar. Pada akhirnya, mereka memenangi pilkada dan terpilih sebagai Bupati dan Wakil Bupati Temanggung.
Eni diyakini jaksa bersalah melanggar Pasal 12B ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Simak Juga Ketika KPK Telusuri Aliran Suap Eni Saragih:
(fai/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini