Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Hanik Humaida, menjelaskan penyebab awan panas guguran semalam karena adanya tekanan magma dari perut Merapi.
"Proses terjadinya awan panas yang kemarin itu adalah keluarnya magma dari dalam. Kemudian itu ada guguran lava pijar yang terjadi, juga adanya gas, kemudian menyebabkan terjadinya awan panas tersebut," jelas Hanik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu disampaikan Hanik saat BPPTKG menggelar konferensi pers di Kantor BPPTKG di Jalan Cendana No 15, Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Rabu (30/1/2019). Dia didampingi Kasi Gunung Merapi BPPTKG, Agus Budi Santoso.
Dijelaskannya, awan panas guguran yang terjadi pada Selasa (29/1) malam adalah yang pertama terjadi di Gunung Merapi pascaletusan freatik tahun lalu. Meski muncul awanpanas, Hanik menegaskan tak ada perubahan status di Merapi.
"Kami tidak menaikkan status karena ini masih kecil ya, dan juga ancaman terhadap penduduk itu belum ada ya. Jadi ini yang kalau kita menaikkan status itu konsennya adalah ancaman terhadap penduduk," tuturnya.
"Kemudian ini dari volumenya, volume atau suplai magma dari dalam (perut Merapi) sekarang masih relatif kecil, sehingga itu juga yang menjadi pertimbangan tadi, kami tidak menaikkan status (Merapi)," pungkas Hanik. (ush/mbr)