Dewan Masjid Indonesia (DMI) menyesalkan terjadinya peristiwa ini. Namun di sisi lain, DMI juga mengapresiasi kasus yang diselesaikan dengan damai dan cepat.
"Saya selaku Dewan Mustasyar DMI, pertama menyesalkan kejadian itu. Kenapa harus terjadi? Tapi saya juga salut dengan cepatnya para pihat melakukan rujukan satu sama lain, itu juga perlu diapresiasi. Sehingga tak ada dendam yang berkelanjutan," kata anggota Majelis Mustasyar DMI KH Nasaruddin Umar saat dihubungi, Senin (28/1/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya jika setiap masalah diselesaikan lewat penyadaran diri dan pernyataan maaf maka persoalan menjadi ringan. Nasaruddin salut karena kedua belah pihak saling memaafkan. Diharapkan setelah ada mediasi, masalah tak muncul lagi.
"Kalau semua kasus seperti itu, kalau ada penyadaran diri, ada pernyataan maaf dan di sisi lain ada yang memaafkan, persoalan bangsa ini ini akan jadi ringan. Ya jangan ada dendam yang bermalam, gitu," kata dia.
Imam Besar Masjid Istiqlal ini ingin persoalan penyerangan ini menjadi pembelajaran dan tak terulang. Dia mengingatkan agar masalah SARA tak dibawa dalam politik.
Nasaruddin mengatakan persoalan terkait keagamaan sulit untuk dihapuskan. Dia mengingatkan untuk tidak ada pihak-pihak yang bermain-main dengan rumah ibadah semua agama.
"Berpolitik boleh tapi jangan sampai nanti menyerempet ke soal SARA, dalam hal ini SARA yang paling berbahaya itu agama. Ikatan primordial itu tak ada apa-apanya dibandingkan agama. jangan menyerempet ke persoalan agama apapun akan menimbulkan luka yang akan memakan waktu yang lama untuk disembuhkan," kata dia.
"Politik mungkin ada yang terpilih, tapi luka lama soal keagamaan itu puluhan tahun baru bisa reda. Dan itu bisa diprovokasi untuk bangkit, kambuh, dan muncul lagi," sambung Nasaruddin.
Sebelumnya diberitakan, Masjid Jogokariyan diserang oleh simpatisan sebuah parpol yang sedang berkonvoi. Tak ada korban dalam peristiwa tersebut.
Perisitiwa ini terjadi pada Minggu (27/1) sore. Takmir masjid menggambarkan penyerangan dilakukan dengan membabi buta.
"Mereka pakai motor, ada yang lari melempari (batu), bawa sajam, ada yang bawa pedang, ada yang celurit, ada besi, macam-macam. Karena banyak kita enggak tahu. Saya saja mau kebacok, mau kelempar batu," ujar takmir masjid, Muhammad Fanni Rahman, saat ditemui di Kampung Jogokariyan, Senin (28/1/2019). (jbr/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini