Awalnya Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemerintah Kabupaten (Kadis Damkar Pemkab) Bekasi Sahat MBJ Nahor menyebut pengajuan rekomendasi itu dilakukan oleh Satriadi dan Edi Dwi Soesianto. Dalam surat dakwaan, Satriadi disebut sebagai karyawan PT Lippo Cikarang, sedangkan Edi sebagai Kepala Divisi Land Acquisition and Permit PT Lippo Cikarang.
"Permohonannya untuk 52 tower," sebut Sahat saat bersaksi dalam sidang perkara suap terkait perizinan proyek Meikarta di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Senin (28/1/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Sahat menyebut Satriadi dan Edi awalnya berkomunikasi dengan Asep Buchori yang menjabat Kepala Bidang Penyuluhan dan Pencegahan pada Dinas Damkar Pemkab Bekasi. Asep disebut berhubungan dengan keduanya sebanyak dua hingga tiga kali.
"Lalu (Asep) melapor ke saya. Saya bilang yang penting dibuat saja surat permohonannya baru diproses," ucap Sahat.
Kemudian jaksa membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Sahat. Isinya mengenai permintaan Satriadi dan Edi agar penerbitan rekomendasi terkait alat proteksi damkar dipercepat karena sudah ada kesepakatan di level atas.
"Tidak disampaikan (siapa yang dimaksud level atas), hanya bilang dari Lippo dan Bupati," ucap Sahat.
Meski demikian Sahat tetap memerintahkan tim dari Dinas Damkar Pemkab Bekasi bergerak melakukan survei serta menghitung kebutuhan yang diperlukan. Dari hitung-hitungan, Sahat menyebut ada kebutuhan Rp 1,060 miliar untuk 53 tower yang dimintakan rekomendasinya.
"Setelah dihitung, kebutuhan riil Rp 20 juta per tower. setelah dihitung (untuk 53 tower) muncul Rp 1,060 miliar," ucap Sahat.
Dia menyebut hitung-hitungan itu sesuai dengan Perda Nomor 6 Tahun 2014 tentang Bangunan Gedung. Menurut Sahat, uang itu nantinya digunakan untuk pemeriksaan.
Realisasi Pemberian Suap
Sahat menyebut Asep langsung berkomunikasi dengan pihak Lippo mengenai uang itu. Pemberian uang disebut Sahat terjadi dalam sejumlah tahapan.
"Ada empat tahapan," kata Sahat.
Pemberian tahap pertama dilakukan pada bulan Mei 2018. Saat itu Sahat bertemu perwakilan Lippo bernama Henry Jasmen P Sitohang. Dia mengakui menerima Rp 200 juta yang dimasukkan dalam mobilnya.
"(Rp 200 juta dibagi dua yaitu) Rp 130 juta saya dan Rp 70 juta Asep, yang Rp 130 juta itu kita kumpulkan untuk pembiayaan operasional pemeriksaan," tuturnya.
Pemberian tahap kedua terjadi pada bulan Juni 2018 sebesar Rp 300 juta. Untuk tahap ini, Sahat mengakui awalnya mendapat keluhan dari Asep karena uang tidak kunjung cair. Dia pun menghubungi Sahat yang akhirnya menemui Asep di rest area KM 19 Tambun untuk pemberian uang.
"Ada Rp 300 juta dari Henry Jasmen. Rp 180 juta saya, Rp 120 juta Asep," kata Sahat.
Tahap ketiga yang terjadi pada Juli 2018, Sahat kembali menerima Rp 200 juta. Uang itu diterima Asep yang kemudian dibagi dua dengan Sahat dengan rincian Rp 130 juta untuk Sahat dan Rp 70 juta untuk Asep. Dalam pemberian tahap ini, Sahat mengaku baru mengeluarkan rekomendasi untuk 18 tower.
Pemberian terakhir pada 11 Oktober 2018. Sahat dan Asep menemui Henry yang memberikan amplop putih berisi dolar Singapura senilai Rp 230 juta. Uang itu dibagi menjadi dua yaitu Rp 60 juta untuk Asep dan sisanya untuk Sahat. Uang bagian Sahat diakuinya ada yang mengalir ke Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin.
"Waktu itu seminggu sebelum Lebaran. Bupati ngomong bahwa lagi memerlukan uang dalam rangka Lebaran. Jadi makanya waktu itu sehari sebelum Lebaran, saya menghadap Bupati dan saya serahkan Rp 30 juta," ujar Sahat.
Sahat sebenarnya sudah berstatus tersangka dalam perkara ini tetapi dirinya belum diadili dalam persidangan. Sedangkan dalam persidangan ini, ada empat terdakwa yang diadili yaitu Billy Sindoro, Henry Jasmen, Taryudi dan Fitradjadja Purnama. Mereka disebut berasal dari Lippo Group yang didakwa memberikan suap ke Bupati Neneng dan jajaran pejabat di Pemkab Bekasi demi mendapatkan izin untuk proyek Meikarta.
Dalam beberapa kali persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi, ada sejumlah orang dari Pemkab Bekasi yang dipanggil. Selain itu, deretan tersangka dari Pemkab Bekasi termasuk Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin juga pernah dipanggil menjadi saksi dalam sidang itu.
(dir/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini