Awalnya Neneng Rahmi yang menjabat Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Bekasi tengah mengurus rancangan Peraturan Daerah (Perda) terkait Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang isinya untuk kepentingan proyek Meikarta. Dia menyebut pembahasan Perda itu sempat terhambat di Pemprov Jabar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam sidang itu, empat orang duduk sebagai terdakwa, yaitu Billy Sindoro, Henry Jasmen P Sitohang, Fitradjaja Purnama, dan Taryudi. Mereka disebut jaksa sebagai pihak Lippo yang memberikan suap ke Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin dan jajarannya.
Kembali soal kesaksian Neneng Rahmi. Dia tidak menjelaskan hambatan apa yang dimaksudnya mengenai Perda tersebut. Namun sejurus kemudian Hendry disebut Neneng Rahmi mengatakan padanya bila hambatan itu bisa diselesaikan Iwa Karniwa yang saat itu menjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Pemprov Jabar.
"(Saya dihubungkan ke Iwa oleh Hendry) melalui DPRD (Kabupaten) Bekasi Bapak Sulaiman dan Pak Waras (Wasisto) di (DPRD) Provinsi (Jabar)," ujar Neneng Rahmi.
Komunikasi antara Neneng Rahmi ke Iwa disebutnya melalui dua orang itu yaitu Sulaiman dan Waras Wasisto. Sulaiman merupakan Ketua Fraksi PDIP di DPRD Kabupaten Bekasi, sedangkan Waras berasal dari Fraksi PDIP di DPRD Jabar.
Selanjutnya Neneng Rahmi mengaku sempat melakukan pertemuan di tempat peristirahat atau rest area di salah satu jalan tol bersama Hendry, Sulaiman, Waras, dan Iwa. Neneng Rahmi mengaku membahas soal besaran uang untuk Iwa demi membantunya mengenai Perda soal RDTR.
"Saya terlibat dalam pembicaaan negosiasi angka tersebut dan yang pasti selesai pertemuan itu Pak Hendry menyampaikan ke saya, Sekda Provinsi dalam rangka bakal calon gubernur meminta untuk proses RDTR ini meminta Rp 1 miliar," ucap Neneng Rahmi.
Saat itu Neneng Rahmi mengaku masih mengantongi sisa Rp 400 juta dari pemberiannya ke Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin terkait Meikarta juga. Kemudian Neneng Rahmi mengaku mengikuti saran Hendry untuk meminta Rp 500 juta ke Lippo lagi demi memenuhi pemberian ke Iwa.
Neneng Rahmi mengaku memberikan Rp 900 juta itu melalui Sulaiman dan Waras. Dia tidak memberikan Rp 1 miliar sesuai yang dimintakan Iwa karena mengikuti saran Hendry agar tidak memberi uang secara bulat.
3 Pertemuan di Rest Area hingga Ruang Kerja Sekda Jabar
Hendry juga dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan ini. Hendry menyebut setidaknya ada tiga kali pertemuan yang dilakukannya bersama Neneng Rahmi dengan Iwa serta Sulaiman dan Waras.
Pertemuan pertama disebut Hendry terjadi di KM 72 Tol Purbaleunyi arah Kota Bandung. Menurut Hendry saat itu tidak ada ucapan dari Iwa soal permintaan Rp 1 miliar.
"Kami hanya dipertemukan dengan Pak Sulaiman dan Pak Waras. Dan beliau (Iwa) menyampaikan ikut sebagai bakal calon gubernur," kata Hendry.
"Apakah Iwa menyampaikan langsung minta Rp 1 miliar?" tanya jaksa lagi.
"Belum, Pak. Tapi setelah bubar, disampaikan Pak Waras (soal Rp 1 miliar)," jawab Hendry.
Setelahnya pertemuan kedua terjadi di ruang kerja Iwa pada bulan Juli atau Agustus 2017. Saat itu menurut Hendry, Iwa menanyakan tentang draf Perda RDTR yang substansinya akan dibahas di Badan
Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Jabar.
Kemudian pertemuan terakhir atau ketiga terjadi lagi di ruang kerja Iwa di bulan Januari 2018. Saat itu Hendry mengaku datang bersama Bupati Neneng untuk menanyakan progres RDTR itu ke Iwa.
"Sampai Januari persetujuan belum muncul juga. Akhirnya saya dan Bupati menanyakan bagaimana bantuan Pak Iwa terkait (RDTR ini)," ucapnya.
Dia tidak menjelaskan lebih lanjut apa jawaban Iwa. Namun yang pasti menurut Hendry, uang yang dimintakan sudah diberikan.
Persoalan Rp 1 miliar yang dimintakan Iwa itu sebelumnya disebut Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin. Dia memang mengaku mendengar dari Neneng Rahmi soal permintaan Rp 1 miliar dari Iwa tetapi tidak tahu detailnya.
Iwa pun sudah pernah ditanya wartawan soal kesaksian dalam persidangan itu. Dia menepis pernah berurusan dengan Neneng sebagai Bupati Bekasi. Sedangkan soal Rp 1 miliar, Iwa mengaku sudah menjelaskannya ke KPK pada November 2018. Saat itu memang Iwa dipanggil penyidik sebagai saksi.
"Terkait informasi bahwa saya menerima atau meminta uang Rp 1 miliar terkait pengurusan RDTR Kabupaten Bekasi yang berhubungan dengan Meikarta, saya meminta rekan-rekan untuk terus mengikuti secara utuh persidangan dan fakta persidangan agar informasi yang menyebut nama saya tidak menjadi salah tafsir sekaligus merugikan saya pribadi khususnya dan institusi Pemprov Jawa Barat," kata Iwa pada Senin, 14 Januari lalu.
Selain itu Waras pernah pula diperiksa KPK, tepatnya pada Senin, 3 Desember 2018. Saat itu Kabiro Humas KPK Febri Diansyah menyebutkan bila pemeriksaan Waras dilakukan untuk mengetahui aliran uang terkait perubahan tata ruang di Kabupaten Bekasi.
"Kami telah mengidentifikasi adanya upaya mengubah aturan tata ruang yang disesuaikan untuk mengakomodir pihak tertentu, dalam hal ini diduga demi kepentingan untuk membangun proyek Meikarta," kata Febri saat itu. (dhn/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini