"Aceh saat ini menduduki peringkat pertama termiskin dan Bengkulu nomor dua. Meski demikian, pada bulan September terlihat penurunan angka kemiskinan di Aceh cukup tinggi. Ke depan kita tinggal 0,02 persen selisihnya dengan Bengkulu," kata Kepala Badan Pusat Statistik Aceh Wahyudin dalam konferensi pers di Kantor BPS, Aceh, Selasa (15/1/2019).
Menurut Wahyudin, angka kemiskinan di Aceh dapat kembali turun jika pemanfaatan anggaran pada Maret dan September mendatang semakin baik. Penurunan angka kemiskinan juga berpengaruh terhadap pembangunan di pedesaan.
BPS, kata Wahyudin, melihat perubahan angka kemiskinan ini salah satunya dari berubahnya potensi desa ke arah lebih baik. Berdasarkan data per September 2018, jumlah penduduk miskin di pedesaan Aceh meningkat 0,03 persen dari 18,49 persen menjadi 18,52 persen. Sedangkan di perkotaan justru menurun 0,81 persen dari 10,44 persen menjadi 9,63 persen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin di Aceh yaitu 15,68 persen. Sedangkan Bengkulu yang menempati posisi kedua berjumlah 15,41 persen. Jika dilihat secara provinsi, penduduk miskin di Aceh berkurang sebanyak delapan ribu orang dibandingkan pada Maret 2018.
"Penduduk miskin di Aceh pada September yaitu 15,68 persen. Angka ini turun dibandingkan Maret dengan jumlahnya 839 orang atau 15,97 persen. Sedangkan jika dibandingkan September 2017, jumlah penduduk miskin bertambah dua ribu orang atau 15,92 persen," bebernya.
Selama enam bulan tersebut, presentase penduduk miskin di daerah perkotaan di Aceh mengalami penurunan 0,81 persen yaitu dari 10,44 persen menjadi 9,63 persen. Sementara masyarakat miskin di pedesaan justru meningkat 0,03 persen dari 18,49 persen jadi 18,52 persen.
Menurut Wahyudin, ada sejumlah hal yang berpengaruh besar terhadap meningkatnya garis kemiskinan. Untuk makanan, yang mempunyai andil besar terhadap garis kemiskinan seperti harga beras, rokok, dan ikan tongkol serta tuna. Sedangkan untuk komoditi bukan makanan, yang mempengaruhi garis kemiskinan yakni biaya perumahan, bensin, dan listrik.
"Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai garis kemiskinan di perkotaan relatif sama dengan di pedesaan," ungkap Wahyudin.
Konsumsi Rokok Sumbang Angka Kemiskinan di Sulsel
BPS Sulawesi Selatan (Sulsel) merilis jumlah penduduk miskin mengalami penurunan di tahun 2018. Data ini juga memperlihatkan, konsumsi rokok juga paling besar sehingga ikut menyumbang angka garis kemiskinan di masyrakat.
Berdasarkan data BPS Sulsel, jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan September 2018 sebesar 779,64 ribu jiwa, mengalami penurunan sebesar 46,33 ribu jiwa.
"Persentase penduduk miskin juga turun dari 9,48 persen. kondisi September 2017 menjadi 8,87 persen pada September 2018. Persentase penduduk miskin mengalami penurunan baik daerah perkotaan maupun perdesaan selama periode September 2017 ke September 2018," kata Kepala Bidang Statistik Sosial, Faharuddin di kantor BPS Sulsel, Jalan Haji Bau, Makassar.
Meski angka kemiskinan turun di tahun 2018, sumbangan garis kemisnikan makanan terhadap garis kemiskinan sebesar 74,95 persen. Nilai itu naik dibandingkan tahun 2017 dengan persentase sebesar 74,59 persen.
Adapun komoditas makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai garis kemiskinan adalah beras, rokok kretek filter, kue basah, bandeng, telur ayam ras, mie instan dan gula pasir. Sebagai perbandingan, konsumsi rokok filter di perkotaan sebesar 9,86 persen dan untuk wilayah pedesaan sebesar 9,02 persen.
"Untuk komoditas bukan makanan, kontribusi terbesar terhadap garis kemiskinan adalah biaya perumahan, bensin, listrik, pendidikan, dan dan perlengkapan mandi," sebutnya.
"Dengan memperhatikan komponen garis kemiskinan yang terdiri dari garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan bukan makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan," sambungnya.
(agse/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini