Koordinator aksi Kuncarsono Prasetyo mengatakan aksi tersebut merupakan tindak lanjut atas kekhawatiran hilangnya nilai sejarah yang disebabkan revitalisasi kota lama. Untuk itu ia dan komunitas pegiat sejarah di Surabaya menolak pengecatan tahap kedua yang akan dilakukan di Jalan Karet.
"Kami khawatir di tahap kedua ini seperti yang dilakukan sama pemerintah kota di tahap pertama (di Jalan Panggung), yaitu melabur warna gedung-gedung tua ini menjadi warna-warni yang sebenarnya tidak punya dasar. Tidak punya basis estetika. Kami berharap itu ada evaluasi," kata Kuncar kepada detikcom, Minggu (13/01/2019).
Dikatakan Kuncar, pengecatan bangunan tua yang menjadi bagian rencana revitalisasi tidak sesuai seperti kesepakatan saat pertemuan dengan pihak pemkot. Untuk itu ia dan komunitas lainnya mengaku kecewa atas tindakan pemkot yang melakukan pengecatan warna-warni bangunan tua.
"Sampai tahapan teknis sebenarnya kami sudah mengawal, tetapi ada sesuatu yag kami tidak tahu, kenapa kemudian di pelaksanaan berikutnya, seperti yang kita bicarakan sebelumnya tidak dijalankan. Kalau dibilang kecewa, kami sangat kecewa," keluhnya.
Untuk itu, ia berharap pihak pemkot mau mendengarkan tuntutan dan mau menggelar pertemuan lagi. Karena menurutnya revitalisasi bangunan bersejarah pengerjaannya tidak bisa hanya sepihak saja.
"Ya, harus melibatkan banyak pihak. Karena ini kawasan publik, publik harus dilibatkan. Karena setelah revitalisasi selesai, publiklah yang akan memberdayakan kawasan ini," katanya.
Dalam aksinya itu, beberapa orang tampak membawa berbagai poster yang bertuliskan berbagai protes atas pengecatan di Jalan Panggung dan rencana revitalisasi selanjutnya.
Berbagai kalimat itu antara lain seperti "Bangunan Jl Karet Bukan Kanvas Mileneal" dan "Jalan Karet Bukan Kampung Barbie", "Jaga Keaslian Warna Jalan Karet", "Ayo Bersama Melindungi Kawasan Ini", " Jangan Cat Jl Karet Dengan Warna Pelangi", dan "Tangani Jl Karet Dengan Teliti". (iwd/iwd)











































