"Praktis hanya rekomendasi mengenai perbaikan nilai KKN milik penyintas (korban) dan evaluasi pelaksanaan KKN yang dilakukan. Namun beberapa rekomendasi lainnya belum dipenuhi," ujarnya dalam jumpa pers di kantornya, Yogyakarta, Kamis (10/1/2019).
Dalam jumpa pers itu hadir pula kuasa hukum korban, Catur Udi Handayani dan Afif Amrullah. Suharti kemudian melanjutkan penjelasannya bahwa berdasarkan pengakuan penyintas atau korban rekomendasi tim investigasi keluar pada tanggal 20 Juli 2018. Beberapa rekomendasi yang belum dijalankan UGM antara lain pendampingan psikologis dan pembebasan biaya kuliah korban.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, pihak UGM tampak tidak serius dan bersungguh-sungguh memfasilitasi pemulihan psikologis penyintas. Buktinya biaya pendampingan psikologis penyintas selama tahun 2017 ditanggung Fisipol UGM.
"Kemudian sampai tanggal 27 Desember 2018, penyintas juga masih harus menebus obat di rumah sakit akademik (RSA) UGM secara mandiri," tuturnya.
Tak hanya ke penyintas, sejumlah rekomendasi tim investigasi untuk pelaku juga belum dijalankan. Di antaranya keharusan pelaku menandatangani surat permohonan maaf dan penyesalan di hadapan rektor dan orang tua pelaku.
"Kemudian instruksi terkait penundaan wisuda minimal selama enam bulan bagi pelaku (dilanggar). Tanggal 31 Oktober 2018 penyintas menemukan nama HS tertera dalam daftar calon wisudawan November 2018," tutupnya.
Simak juga video 'KKN UGM Diguncang Skandal Dugaan Pelecehan Seksual':
(sip/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini