Ritual Pengobatan di Pantai Jember yang Merenggut Tiga Nyawa

Kaleidoskop 2018

Ritual Pengobatan di Pantai Jember yang Merenggut Tiga Nyawa

Rahma Lillahi Sativa - detikNews
Senin, 31 Des 2018 16:04 WIB
Bindereh Kusnan. (Foto: Yakub Mulyono/File)
Surabaya - Di awal bulan April 2018, publik dikejutkan dengan kabar tewasnya tiga orang akibat hantaman ombak Pantai Paseban, Kabupaten Jember saat melakukan ritual penyembuhan penyakit.

Ritual ini digelar oleh 10 laki-laki dan 4 perempuan pada hari Senin (2/4) dini hari untuk menyembuhkan salah satu anggota rombongan mereka yang bernama Alma (25). Rombongan dipimpin oleh seorang pria yang disebut praktisi supranatural bernama Bindereh Kusnan (30).

Mereka berangkat menggunakan sepeda motor pada hari Minggu (1/4) dan tiba di Pantai Paseban pada pukul 22.00 WIB.

"Mereka semua warga Desa Roto, Kecamatan Krucil, Probolinggo. Melakukan ritual mulai pukul 01.00 dini hari sampai menjelang subuh," kata Wakapolsek Kencong Iptu M Na'i.

"Dalam ritual itu, sepuluh laki-laki berjalan bergandengan tangan menuju ke bibir pantai dan melepas baju. Mereka membentuk formasi melingkar. Mereka terus berjalan hingga hempasan ombak hampir setinggi dada. Sedangkan yang perempuan menunggu agak jauh di pantai," terang Na'i.


Tanpa diduga, ombak besar menghantam peserta ritual. Mereka pun tercerai-berai. Beberapa dari mereka bahkan terseret ombak ke tengah laut. Masing-masing berusaha menyelamatkan diri.

"Saat melakukan ritual itulah tiba-tiba ombak besar datang dan menghantam tubuh mereka. Saat itu 4 orang sempat terbawa ombak," ungkap Nai.

Dari 4 orang tersebut, satu orang berhasil selamat, dua orang ditemukan meninggal dan satu orang sempat hilang namun kemudian ditemukan dalam keadaan meninggal dunia. Ketiga korban tewas di antaranya Supri (57), Ahmad (22), dan Sunari (26).

Supri dan Ahmad ditemukan pagi itu juga, yaitu pada pukul 05.00 WIB dalam keadaan tak bernyawa, sedangkan Sunari ditemukan pada hari Rabu (4/4) oleh seorang nelayan.

Dari pengakuan salah satu peserta ritual bernama Toha (33), ia awalnya tidak tahu jika keberangkatan rombongan ke Paseban untuk melakukan ritual penyembuhan penyakit. Pria yang berprofesi sebagai tukang ojek ini mau berangkat karena ongkos ojeknya sesuai.

"Saya hanya diajak dan saya juga tidak tahu jika hendak diajak ke pantai Paseban untuk ritual penyembuhan penyakit salah satu pasien Bindereh Kusnan," ucap Toha.

Toha sendiri mengaku beruntung dapat menyelamatkan diri walaupun dengan sekuat tenaga. "Saya berusaha sekuat tenaga berenang menyelamatkan diri. Alhamdulillah berhasil," katanya.

Ia juga trauma dengan kejadian tersebut. "Pokoknya ngeri sekali waktu itu. Saya benar-benar kapok dan tidak mau lagi ikut-ikutan ritual kayak gitu," tegasnya.


Ironisnya, pimpinan ritual yang juga ketua rombongan, Bindereh Kusnan, kabur beberapa saat setelah kejadian bersama 4 peserta ritual lainnya.

"Begitu musibah terjadi, ketua rombongan yang juga pimpinan ritual meninggalkan lokasi dan sampai saat ini belum diketahui keberadaannya," ungkap Na'i.

Namun Kusnan akhirnya dapat diamankan saat bersembunyi rumah mertuanya di Bawean, Kota Probolinggo, sepekan kemudian. Ketika ditanya alasannya kabur seusai kejadian, Kusnan mengaku kaget dan panik setelah tahu kegiatan itu akhirnya berujung maut.

"Saya kaget dan panik. Saya bingung tidak tahu harus bagaimana," tuturnya.

Kusnan mengaku kerap dimintai tolong untuk menyembuhkan orang sakit, walaupun tidak membuka praktik khusus. Secara kebetulan, sebagian besar pasiennya sembuh. Ia juga tak mematok tarif tertentu saat memberikan pengobatan.



Tentang ritual di Pantai Paseban, Kusnan mengatakan pasiennya sudah pernah diperiksakan ke rumah sakit namun hasil pemeriksaannya dinilai tak masuk akal oleh keluarga. Saat itu pemeriksaan medis menyebut pembengkakan di kaki Alma merupakan dampak dari Alma penyakit jantung dan thypus yang dideritanya.

Akhirnya pihak keluarga memutuskan membawa Alma berobat ke Bindereh Kusnan. "Jadi tujuan ke Paseban untuk menyembuhkan Alma. Saya tidak tahu ternyata yang berangkat banyak. Mungkin juga ingin mengantar, sebab sebagian besar yang ikut adalah keluarganya," kata Kusnan.

Kusnan pun menyesal karena dua dari tiga korban adalah keluarga dekat Alma, seperti Supri yang tak lain adalah ayah Alma dan Sunari adalah pamannya. "Saya benar-benar tidak menyangka akan menjadi seperti ini," imbuhnya lirih.

Pria ini akhirnya diamankan Polres Jember. Namun dari hasil penyelidikan polisi, kasusnya bukan dianggap perkara pidana. Peserta ritual datang dengan kemauan sendiri dan tidak ada paksaan dari pihak mana pun.

"Sudah kami gelarkan dengan mengundang ahli pidana. Berdasarkan keterangan saksi-saksi sesuai berita acara pemeriksaan, sejauh ini penyidik dengan ahli pidana menyimpulkan bahwa perkara ini bukan perkara pidana," terang Kapolres Jember AKBP Kusworo Wibowo.


Kusworo menambahkan, keluarga korban juga tak ingin peristiwa ini masuk ke ranah hukum. Mereka juga tidak menuntut siapapun.

"Dari pihak keluarga yang hanyut, tidak ingin perkara ini sampai masuk ke ranah hukum karena pihak keluarga tidak menuntut kepada siapapun," tambahnya.

Selain itu, mereka yang akhirnya tergulung ombak ini, sebelumnya sudah diingatkan agar tidak terlalu ke tengah. Namun peringatan tersebut tidak dihiraukan.

"Menurut saksi-saksi itu sudah di luar pantauan dan sudah diingatkan supaya jangan terlalu maju. Akhirnya ada 4 yang tergulung ombak, satu berhasil diselamatkan," terang Kusworo. (lll/iwd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.