Awalnya PT AAL sudah dinyatakan pailit melalui putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) tertanggal 31 Juli 2013. Putusan itu pun sudah disampaikan PN Jakarta Pusat pada PT AAL pada 7 Agustus 2015.
Baca juga: Rumah Sekretaris Eddy Sindoro Digeledah KPK |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun jaksa menyebut Eddy Sindoro memerintahkan Wresti Kristian Hesti Susetyowati mengupayakan pengajuan peninjauan kembali itu pada 15 Februari 2016. Keesokan harinya, Wresti menemui Edy Nasution di PN Jakarta Pusat.
"Wresti meminta agar Edy Nasution menerima pendaftaran peninjauan kembali PT AAL meski pun waktu pendaftarannya sudah lewat," ucap jaksa.
Edy Nasution setuju asalkan ada imbalan sebesar Rp 500 juta. Wresti melaporkan hal itu pada Eddy Sindoro yang disetujuinya. Eddy Sindoro kemudian meminta Wresti menunggu perintah selanjutnya dari Markus Parmadi selaku perwakilan PT AAL.
PT AAL kemudian menunjuk pengacara pada Law Firm Cakra & Co yaitu Emi Rosminingsih, Sulvana, Agustriady, dan Dian Anugerah Abunaim. Kantor pengacara itu menggantikan Law Firm Marx & Co yang sebelumnya menangani perkara tersebut.
Dian dan Agustriady kemudian menemui Edy Nasution dengan maksud meminta salinan asli putusan MA yang menyatakan PT AAL pailit. Mereka mengaku sebagai pengacara baru PT AAL sehingga belum menerima salinan putusan itu.
"Dian Anugerah Abunaim juga menyampaikan kepada Edy Nasution bahwa ia sebagai kuasa hukum yang baru sedangkan kuasa yang lama telah dicabut sehingga pihak PT AAL beralasan belum pernah menerima putusan pada tingkat kasasi tersebut," kata jaksa.
Salinan putusan itu pun diberikan ke Astriady yang kemudian memberikan USD 50 ribu ke Edy Nasution. Edy Nasution lalu memerintahkan anak buahnya, Sarwo Edy dan Irdiansyah, menerima permohonan peninjauan kembali PT AAL dan memberikan imbalan SGD 4 ribu.
Singkat cerita PT AAL mengajukan peninjauan kembali yang kemudian dilanjutkan PN Jakarta Pusat dengan mengirimkannya ke MA. Setelahnya, Wresti menyiapkan Rp 50 juta untuk diberikan Edy Nasution melalui Doddy Aryanto Supeno. Namun setelah uang itu diterima Edy Nasution, KPK menangkapnya dalam operasi tangkap tangan (OTT) bersama Doddy.
Edy Nasution dan Doddy pun sudah diadili dan telah dinyatakan bersalah dan menjalani hukuman. Doddy divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 6 bulan kurungan, sedangkan Edy Nasution dihukum penjara selama 8 tahun dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.
(dhn/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini