Siasat Eddy Sindoro Daftar PK di PN Jakpus Meski Sudah Kedaluwarsa

Sidang Dakwaan Eddy Sindoro

Siasat Eddy Sindoro Daftar PK di PN Jakpus Meski Sudah Kedaluwarsa

Yulida Medistiara, Haris Fadhil - detikNews
Kamis, 27 Des 2018 13:28 WIB
Mantan Presiden Komisaris Lippo Group, Eddy Sindoro, ketika menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di KPK (Foto: Ari Saputra/detikcom)
Jakarta - Mantan Presiden Komisaris Lippo Group Eddy Sindoro didakwa jaksa KPK menyuap Edy Nasution sebagai panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Pemberian suap itu salah satunya bertujuan agar PT Across Asia Limited (AAL) bisa mengajukan peninjauan kembali walau pun batas waktunya sudah lewat.

Awalnya PT AAL sudah dinyatakan pailit melalui putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) tertanggal 31 Juli 2013. Putusan itu pun sudah disampaikan PN Jakarta Pusat pada PT AAL pada 7 Agustus 2015.




SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sampai dengan batas waktu 180 hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 295 ayat 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, PT AAL tidak mengajukan upaya hukum peninjauan kembali," ucap jaksa KPK dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (27/12/2018).

Namun jaksa menyebut Eddy Sindoro memerintahkan Wresti Kristian Hesti Susetyowati mengupayakan pengajuan peninjauan kembali itu pada 15 Februari 2016. Keesokan harinya, Wresti menemui Edy Nasution di PN Jakarta Pusat.

"Wresti meminta agar Edy Nasution menerima pendaftaran peninjauan kembali PT AAL meski pun waktu pendaftarannya sudah lewat," ucap jaksa.

Edy Nasution setuju asalkan ada imbalan sebesar Rp 500 juta. Wresti melaporkan hal itu pada Eddy Sindoro yang disetujuinya. Eddy Sindoro kemudian meminta Wresti menunggu perintah selanjutnya dari Markus Parmadi selaku perwakilan PT AAL.

PT AAL kemudian menunjuk pengacara pada Law Firm Cakra & Co yaitu Emi Rosminingsih, Sulvana, Agustriady, dan Dian Anugerah Abunaim. Kantor pengacara itu menggantikan Law Firm Marx & Co yang sebelumnya menangani perkara tersebut.

Dian dan Agustriady kemudian menemui Edy Nasution dengan maksud meminta salinan asli putusan MA yang menyatakan PT AAL pailit. Mereka mengaku sebagai pengacara baru PT AAL sehingga belum menerima salinan putusan itu.

"Dian Anugerah Abunaim juga menyampaikan kepada Edy Nasution bahwa ia sebagai kuasa hukum yang baru sedangkan kuasa yang lama telah dicabut sehingga pihak PT AAL beralasan belum pernah menerima putusan pada tingkat kasasi tersebut," kata jaksa.




Salinan putusan itu pun diberikan ke Astriady yang kemudian memberikan USD 50 ribu ke Edy Nasution. Edy Nasution lalu memerintahkan anak buahnya, Sarwo Edy dan Irdiansyah, menerima permohonan peninjauan kembali PT AAL dan memberikan imbalan SGD 4 ribu.

Singkat cerita PT AAL mengajukan peninjauan kembali yang kemudian dilanjutkan PN Jakarta Pusat dengan mengirimkannya ke MA. Setelahnya, Wresti menyiapkan Rp 50 juta untuk diberikan Edy Nasution melalui Doddy Aryanto Supeno. Namun setelah uang itu diterima Edy Nasution, KPK menangkapnya dalam operasi tangkap tangan (OTT) bersama Doddy.

Edy Nasution dan Doddy pun sudah diadili dan telah dinyatakan bersalah dan menjalani hukuman. Doddy divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 6 bulan kurungan, sedangkan Edy Nasution dihukum penjara selama 8 tahun dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.

(dhn/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads