"Kalau menurut saya, apa yang dilakukan BK kelewatan dan tidak sesuai mekanisme UU MD3," ujar Asri lewat sambungan telepon, Jumat (21/12/2018).
Ia lalu mempersoalkan keputusan BK yang seolah-olah lebih tinggi dari UU karena bisa memberhentikan anggota Dewan. Asri menilai keputusan BK memberhentikan Hemas berpotensi cacat hukum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tiba-tiba di kode etik oleh BK menyebutkan putusan BK bersifat final, itu kan tidak bisa. Masa putusan BK di atas UU. Itu kan tidak bisa, ini cacat," sebutnya.
Asri mengingatkan soal pasal dalam UU MD3, tepatnya pasal 307 ayat 2, tentang syarat pemberhentian anggota DPD. Salah satunya soal harus adanya klarifikasi dari anggota DPD sebelum ada keputusan final pemberhentian.
"Mungkin potensi ibu ratu melakukan pelanggaran ada potensi, tapi ibu ratu kan menjelaskan alasannya. Mekanisme klarifikasi harus berjalan, itu tidak pernah dilakukan," kata Asri.
"Jadi putusannya ini agak tendensius, tidak bagus," sambungnya.
Seperti diketahui, BK DPD menyatakan Hemas diberhentikan sementara karena sudah 12 kali tak mengikuti sidang paripurna. Selain Hemas, DPD memberhentikan sementara senator asal Riau, Maimana Umar.
Menurut anggota BK DPD RI, Gede Pasek Suardika, menyebut keputusan pemecatan dilakukan oleh BK yang kemudian diumumkan dalam sidang paripurna kemarin, Kamis (20/12). Meski begitu, Hemas bisa kembali aktif sebagai anggota DPD apabila meminta maaf secara terbuka.
"Pemberhentian sementara karena ketidakhadiran melebihi amanat UU MD3 dan tatib. Melebihi 6 kali sidang paripurna. Totalnya 12 kali tidak hadir di sidang paripurna," ungkap Pasek hari ini.
Saksikan juga video 'Dipecat dari DPD RI, GKR Hemas: Tanpa Dasar Hukum':
(elz/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini