"Kita apresiasi ini kan kado untuk Hari Ibu bahwa sudah mulai kita masuk dalam lampu kuning atau hijau untuk nantinya kita bisa lebih mendorong lagi agar secepatnya ada apakah merevisi karena UU sudah ada," ujar Yohana di Hotel Alila, Jakarta, Jl Pecenongan, Jakarta Pusat, Jumat (14/12/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terlalu lama UU sudah ada, kita revisi saja diganti saja umur yang dirasa tepat. Kalau saya mau perempuan 20, laki-laki 22, menurut saya lihat di negara-negara lain pertengahan itu bagusnya 20 dan 22," kata Yohana.
Menurutnya, Menag Lukman Saifuddin juga sudah setuju menaikkan angka minimal perempuan menikah dari sebelumnya 16 tahun. "Menag sudah setuju sekarang sedang mendukung saya untuk menyerahkan aja," kata Yohana.
Ia mengatakan anak sejatinya belum siap secara mental untuk menikah dan memiliki anak. Menurutnya, anak yang menikah di usia dini juga kehilangan kesempatan mengenyam pendidikan tinggi.
"Bayangkan saja anak 15 tahun kawin dengan anak 17 tahun belum tamat sekolah, belum punya pekerjaan, terus mau kasih makan apa sama istri dan anak-anaknya? Nggak ada, nggak bisa, pasti masih tergantung sama orang tua, tapi tidak mungkin anak itu tergantung terus pada orang tua atau orang lain. Saya pikir ini harus secara mental anak-anak itu siap untuk berumah tangga," ujarnya.
Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian permohonan atas gugatan UU Perkawinan khusus Pasal 7 ayat (1) yang berisi batas usia minimal perempuan menikah 16 tahun. MK kemudian memerintahkan DPR merevisinya paling lama 3 tahun. (yld/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini