"Dari 20 desa yang mengalami kekeringan tinggal Desa Duri saja yang masih minta dropping," tutur Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Ponorogo Setyo Budiono saat ditemui di kantornya, Jalan Sekar Putih Timur, Kamis (13/12/2018).
Budi sapaannya menjelaskan pihaknya harus menggelontorkan 11 tangki air bersih dalam seminggu berkapasitas 6 ribu liter untuk mencukupi 200 jiwa.
Permasalahan air ini disebabkan tidak adanya embung tadah hujan di Desa Duri. Akhirnya menyebabkan warga bergantung kiriman air bersih.
"Soalnya meski sudah masuk musim penghujan sumber air tanah belum keluar, tahun ini paling parah," tukasnya.
Karena itu pihaknya berharap pembangunan embung tadah hujan di wilayah kekeringan perlu diperhatikan pihak terkait. Tujuannya, warga setempat dapat mencukupi kebutuhan air bersih.
"Dengan adanya embung tersebut, diharapkan juga dapat mengurangi perluasan wilayah terdampak kekeringan," sambungnya.
Budi menambahkan memasuki awal kemarau tahun ini sekitar bulan Juni, pihaknya memetakan ada 7 desa yang mengalami kekeringan. Selang 1 bulan, desa terdampak kekeringan meluas hingga 11 desa. Memasuki bulan September meluas menjadi 20 desa yang tersebar di 10 Kecamatan.
"Semakin meluas kekeringan otomatis permintaan kiriman air bersih semakin bertambah. Dan itu berpengaruh pada anggaran," papar dia.
Akibatnya anggaran yang dipersiapkan tidak mencukupi untuk memenuhi kiriman air bersih. Terbukti, hingga pertengahan Oktober anggaran Rp 35 juta habis. Sementara itu intensitas droping air bersih semakin bertambah. Untuk menutup kekurangan anggaran pihaknya pun mengajukan permintaan dana melalui Pemprov sebesar Rp 83 juta.
"Anggaran tersebut bersumber dari APBD," pungkas dia.
Tonton juga video 'Hujan dan Kilat Intensitas Tinggi Bakal Menyambangi Jakarta':
(fat/fat)