"Menimbang bahwa jaksa penuntut umum kurang atau tidak memahami kondisi psikis/kejiwaan yang menyebabkan terdakwa melakukan tindak pidana terhadap ketiga anak kandungnya sendiri. Kondisi tersebut diduga akibat trauma mendalam sejak pemikiran pertama di pernikahan pertamanya, di mana sang suami sering memberikan perlakuan kasar, memukul kepala, membentak, hingga mengancam untuk menceraikan dan tidak pernah menafkahi terdakwa selaku istri," demikian bunyi pertimbangan putusan banding sebagaimana dikutip detikcom, Rabu (21/11/2018).
Vonis itu diketuk pada Senin (19/11) lalu oleh ketua majelis Sutoyo dengan dan hakim anggota Nyoman Sumaneja dan Istiningsih Rahayu. Majelis menyatakan Septyan bersalah membunuh ketiga anaknya. Namun memperhatikan faktor psikis dan psikologis terdakwa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Majelis hakim tetap pada putusan agar Septyan divonis 4,5 tahun. Ini menguatkan putusan hakim PN Gianyar yang diketuai Ida Ayu Sri Adriyanthi Astuti Widja dengan anggota Diah Astuti dan Wawan Edi Prastiyo.
"Bahwa tuntutan pidana penjara selama 19 tahun dari jaksa penuntut umum terhadap terdakwa menunjukkan perspektif jaksa penuntut umum yang melepaskan konteks sosial dan psikologis dari terdakwa dengan lebih mengedepankan pada pemberian efek jera. Padahal, kehilangan tiga anaknya dan kegagalan bunuh diri setelah menghabisi nyawa anak-anaknya telah menjadi sanksi untuk dirinya sebagai seorang pribadi, dan terdakwa tidak memiliki apa-apa lagi yang berharga dalam hidupnya. Sanksi berat justru akan menjadi trigger bagi terdakwa untuk melakukan tindakan destruktif bagi dirinya di masa depan," ujarnya.
Kasus ini bermula ketika rumah tangga Septyan dengan I Putu Moh Diana pada 2011 berujung keretakan dan sempat cekcok berkali-kali. Akibatnya, ibu tiga anak itu putus asa sehingga dia mengambil jalan pintas untuk membunuh anaknya dan melakukan upaya bunuh diri.
Baca juga: Bunda, Coba Redakan Stres dengan Meditasi |
Pada 8 Februari 2018, sekitar pukul 13.00 Wita, Septyan membeli obat nyamuk cair dan disimpan di lemari pakaian. Saat tengah malam, Septyan mengunci pintu kamar. Sejurus kemudian, ia membekap anak pertamanya dengan kain sehingga meninggal karena kekurangan napas. Hal itu dilakukan juga kepada anak kedua dan anak ketiga.
Septyan lalu berusaha bunuh diri dengan menenggak obat nyamuk cair. Namun aksi tersebut ketahuan penghuni rumah dan kasus itu pun terungkap. (ams/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini