Disebutkan Amnesty International, seperti dilansir Reuters, Kamis (8/11/2018), 12 tahanan itu dijatuhi vonis mati tahun 2016 lalu setelah dinyatakan bersalah atas aktivitas memata-matai persidangan massal.
Para tahanan itu, sebut Amnesty International, telah diserahkan kepada Presidency of State Security, yang diketahui melapor langsung pada Raja Salman. Menurut Amnesty International, para tahanan itu bisa dieksekusi mati begitu Raja Salman mengesahkan vonis mereka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mengingat kerahasiaan yang menyelimuti proses peradilan Arab Saudi, kami takut bahwa perkembangan ini mengisyaratkan eksekusi segera 12 pria ini," imbuhnya.
Kantor komunikasi pemerintah Saudi tidak bisa dihubungi untuk dimintai komentar.
Catatan penegakan HAM di Saudi menjadi sorotan global setelah pembunuhan wartawan Jamal Khashoggi di Istanbul, Turki mencuat. Dalam pertemuan Dewan HAM PBB di Jenewa pada Senin (5/11) lalu, delegasi asal Saudi mendengarkan seruan dari negara-negara Barat agar negara kerajaan itu menghapuskan hukuman mati.
Menurut catatan Amnesty International, 12 tahanan yang terancam dieksekusi mati itu dijatuhi hukuman mati karena memata-matai persidangan massal terhadap 32 orang yang ditangkap di berbagai wilayah Saudi antara tahun 2013-2014.
Kelompok Syiah di Saudi memang sejak lama mengeluhkan praktik diskriminasi di negara yang didominasi kelompok Sunni. Mereka diketahui secara rutin menggelar unjuk rasa di wilayah timur negara itu. Namun diketahui otoritas Saudi melarang partai politik dan aksi protes di depan umum. Puluhan akademisi dan ulama ditahan sejak tahun lalu dalam upaya memberantas pihak-pihak yang menyuarakan perbedaan pendapat.
Pada Januari 2016, otoritas Saudi mengeksekusi ulama Syiah terkenal, Sheikh Nimr al-Nimr, yang dikenal sangat kritis terhadap dinasti Al-Saud yang menguasai Kerajaan Saudi.
(nvc/ita)