"Tidak wajarnya itu karena putusan MK itu setara dengan undang-undang, kalau MK bilang melarang berarti ya berarti UU melarang," kata Mahfud di Universitas Al-Azhar, Jl Sisingamangaraja, Jakarta Selatan, Rabu (7/11/2018).
Baca juga: Gugatan OSO dan Problem "Judicial Review" |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menegaskan putusan MA belum tentu tidak wajar, tapi belum tentu juga tidak benar. Karena itu, Mahfud mengaku sebaiknya menunggu salinan putusan MA yang sudah diedarkan.
"Akan tahu benar salahnya kalau putusan itu sudah diedarkan. Ini kan belum ada, baru berita saja," imbuhnya.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan uji materi yang diajukan Ketum Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) terkait PKPU Nomor 26/2018 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu DPD RI. PKPU tersebut melarang pengurus parpol maju jadi caleg DPD RI.
Uji materi terdaftar dengan nomor 65/P/HUM/2018 dengan KPU selaku pihak termohon. MA mengabulkan uji materi OSO pada 25 Oktober 2018.
OSO mengajukan permohonan uji materi menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang pengurus parpol menjadi calon anggota DPD RI atau senator. Keputusan MK soal anggota DPD tidak boleh lagi rangkap jabatan dengan menjadi pengurus parpol termaktub dalam putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018 yang dibacakan pada Senin, (23/7).
Sebelumnya, akibat adanya PKPU Nomor 26/2018, pengurus parpol dilarang menjadi caleg DPD RI. KPU mencoret nama OSO dari daftar caleg DPD RI. OSO sempat menggugat pencoretan itu ke Bawaslu tapi ditolak. Bawaslu menegaskan pencoretan oleh KPU sah.
Simak Juga 'Digugat OSO ke Bawaslu, KPU Siap Pertahankan Putusannya':
(yld/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini