Rumah milik Santoso ini tidak lagi memiliki daun pintu, dindingnya juga nyaris hilang. Hanya sekat-sekat anyaman bambu atau papan kayu yang sudah rapuh dan berlubang di sana-sini. Begitu juga dengan atapnya yang terpaksa dibiarkan terbuka saja.
Tak hanya itu, kondisi dalam rumah yang beralamat di Jalan Basuki Rahmad, RT 03/RW 07 Kelurahan Mimbaan, Kecamatan Panji ini juga sangat memilukan. Bukan hanya tidak berlantai, tetapi perabot yang ada sudah tinggal sebuah tempat tidur dengan kondisi sekadarnya. Dapur dan kamar mandinya juga tak layak.
"Sudah 2 tahun bapak tinggal di rumah dalam kondisi seperti ini. Kalau saya sendiri baru beberapa bulan tinggal di sini. Makanya, sekarang kami sering tidur di musala depan itu," kata sang anak, Sonhadi kepada detikcom di rumahnya, Kamis (25/10/2018).
![]() |
Diakui Sonhadi, awalnya rumah itu memang berbahan anyaman bambu. Namun karena kondisinya sudah reyot, Santoso dan Sonhadi pun bermaksud merenovasi rumah ini dengan melakukan perombakan total. Mereka juga bermaksud membuat penyangga rumah berukuran 8 x 5 meter itu dengan bahan cor-coran.
Sayangnya, upaya pembangunan ini terhenti setelah istri Sonhadi jatuh sakit. Bahkan akhirnya meninggal dunia sekitar 2 tahun lalu. Sejak itu, upaya pembangunan rumah itu tidak bisa dilanjutkan. Sonhadi mengaku kehabisan uang untuk biaya pengobatan istrinya selama sakit.
"Sekarang ini jangankan untuk melanjutkan pembangunan rumah, wong untuk dimakan tiap harinya saja kami sering bingung," tuturnya lirih.
![]() |
Profesi Sonhadi sebagai sopir panggilan memang cukup menjadi andalan untuk menghidupi keluarga ini, termasuk untuk menopang kehidupan Santoso yang sudah semakin renta. Namun karena pekerjaan Sonhadi tak menentu, kebutuhan hidup mereka pun kurang terjamin.
"Saya ini hanya berprofesi sopir panggilan, tidak tiap hari dapat job. Untuk kebutuhan makan saya dan bapak, ya memang saya sendiri yang memasak," tambah Sonhadi.
Santoso sendiri mengaku pernah bekerja untuk menghidupi dirinya dengan mengajar ngaji di musala dekat rumahnya.
"Dulu saya mengajar ngaji di musala, santrinya sekitar 40 orang. Tapi beberapa tahun terakhir ini saya berhenti, karena sakit pinggang. Tidak kuat duduk. Sejak berhenti itu, saya tidak dapat insentif guru ngaji lagi dari pemeriksaan. Sejak itu juga, saya tidak punya penghasilan apa-apa," ujar Santoso.
Ironisnya, Santoso juga tidak pernah mendapatkan bantuan apapun dari pemerintah, baik berupa bantuan langsung tunai, maupun bantuan beras rastra.
"Padahal dulu waktu masih ada istri, saya sering dapat bantuan. Tetapi setelah istri meninggal dunia sekitar 6 tahun lalu, bantuan tidak pernah saya dapatkan lagi," ungkapnya. (lll/lll)