Pembangunan sekolah inklusi ini merupakan bagian dari program pemkab yang diberi nama "Agage Pinter" atau yang dalam bahasa setempat berarti "Cepat Pintar".
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, lewat program ini, ABK bisa belajar di sekolah reguler sebagaimana pelajar yang lain. Program "Agage Pinter" dimulai sejak 2014 di mana semua sekolah dilarang menolak pendaftaran dari ABK dan anak penyandang disabilitas, khususnya yang dekat dengan lokasi rumah anak tersebut.
"Kini setiap ABK mudah mendaftar di semua sekolah. Tidak lagi harus di Sekolah Luar Biasa, karena ketika dikotak-kotakkan lembaga sekolahnya, justru menghambat sosialisasinya di masyarakat," kata Anas kepada detikcom, Senin (8/10/2018).
Kepala Dinas Pendidikan Sulihtiyono menambahkan, makin banyaknya sekolah inklusi telah meningkatkan jumlah ABK yang bersekolah. Kini ABK yang bersekolah mencapai 80 persen dari total ABK di Banyuwangi yang mencapai 1.065 anak.
"Peningkatan jumlah partisipasi anak tersebut karena lokasi belajar mereka terjangkau. Dulu pilihannnya hanya SLB, jadi sering terkendala jarak untuk bersekolah. Kini, beda karena sekolah yang dekat dengan rumahnya telah menyelenggarakan pendidikan inklusif," jelasnya.
Selain itu, pemkab juga terus meningkatkan anggaran yang dialokasikan untuk penyelenggaraan sekolah inklusi, dari yang awalnya hanya sebesar Rp 60 juta di tahun 2014 menjadi Rp 1,36 miliar di tahun ini.
"Anggaran itu kami gunakan untuk honor guru pendamping khusus (GPK) dan kegiatan penunjung lainnya," ujarnya.
Sulihtiyono menambahkan, saat ini tercatat 275 GPK mendampingi ABK selama proses pembelajaran di Banyuwangi. "Rata-rata satu guru mendamping satu ABK. Mereka telah mendapatkan pelatihan sebagai guru pendamping ABK," ungkapnya.
Program ini pun telah dirasakan manfaatnya oleh ABK. Salah satunya, Alvi Camelia, siswi SDN 3 Karangrejo. Alvi memiliki gangguan pendengaran, sehingga kesulitan berkomunikasi.
"Saya hanya bisa mendengar samar-samar. Jadi dulu susah berkomunikasi, apalagi memahami pelajaran," katanya.
Namun setelah ada program "Agage Pinter", ia mengaku lebih mudah memahami pelajaran. "Selama di sekolah saya didampingi Bu Ani (guru pendamping), sehingga bisa memahami pelajaran di kelas dan bisa berkomunikasi di sekolah. Saya senang bersekolah karena banyak teman, dan mereka menyayangi saya," tuturnya.
Banyuwangi juga telah menyiapkan bantuan beasiswa bagi penyandang disabilitas yang berprestasi agar bisa melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. "Termasuk beasiswa Banyuwangi Cerdas untuk kuliah ke berbagai universitas," pungkas Sulihtiyono. (lll/lll)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini