Para pegulat diharuskan memakai selendang yang dilingkarkan di bagian tubuh. Selendang inilah yang akan digunakan untuk menjatuhkan satu sama lain dalam gulat okol.
Namun pertandingan baru dimulai ketika peserta memakai udeng atau ikat kepala.
"Ketika ikat kepala atau udeng dipakaikan, maka pertandingan gulat okol dimulai," kata Panitia Sedekah Bumi Kelurahan Made, Suheri kepada detikcom, Senin (8/10/2018).
Selain dengan bantuan selendang, para peserta dilarang menjatuhkan lawan dengan cara lain. Bahkan peserta yang memiliki kuku panjang juga harus dipotong terlebih dahulu.
Namun panitia memastikan, peserta dijamin keselamatannya karena 'gelanggangnya' tak lain adalah panggung yang disulap menjadi arena gulat dan beralaskan jerami. Hal ini ditujukan agar pegulat yang terjatuh atau berguling-guling tidak akan merasakan sakit.
Suheri menjelaskan, gulat okol memiliki filosofi tersendiri bagi warga sekitar. Apalagi olahraga ini telah menjadi tradisi yang terus dilestarikan secara turun-temurun untuk menjaga tali silaturahmi sesama warga desa di kawasan Surabaya barat tersebut.
"Dulu ceritanya, sembari menunggu angon kerbau, sapi dan kambing di sawah, untuk menghabiskan waktu, dimanfaatkan dengan cara banting-bantingan di atas jerami usai panen," jelas Suheri.
Bahkan menurut Suheri, ada makna khusus di balik penggunaan udeng dan selendang.
"Kenapa harus pakai ikat kepala atau udeng, karena itu salah satu simbol orang Jawa dahulu kala, sedangkan selendang memiliki arti persahabatan yang erat. Meski pada permainan mereka saling menjatuhkan dengan membanting di atas jerami," ungkap Suheri.
Suheri juga mengatakan jika antusiasme warga terhadap gulat okol selalu meningkat tiap tahunnya. Bahkan pesertanya tak hanya berasal dari Kelurahan Made, melainkan warga dari daerah lain.
"Tahun lalu menampilkan 40 pertarungan. Mulai dari anak-anak, orang dewasa bahkan ibu-ibu juga ikut perlombaan gulat okol," tutupnya. (lll/lll)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini