Sepekan sebelum gempa dan tsunami menerjang, suami dan kedua anak Kasiyatun berangkat untuk mengadu nasib ke Palu. Mereka adalah Sumadi (51), Ahmad Wahyu Mustofa (22), serta Novi Febri Wahyudi (15).
Beberapa menit sebelum gempa terjadi pada Jumat (28/9) sore, Sumadi sempat menghubungi Kasiyatun melalui telepon. Saat itu pria yang bekerja di pelabuhan itu merayu sang istri agar mau ikut mengadu nasib di Palu.
"Habis pulang kerja sekitar jam 4 sore, Pak Sumadi sama anaknya pulang ke camp. Habis mandi dan salat dia telepon istrinya. Sempat ngobrol selama 5 menit, terjadi gempa sehingga telepon terputus," kata Kerabat Sumadi, Arif Warsito kepada wartawan di rumah duka, Kamis (4/10/2018).
Esok harinya, Sabtu (29/9), Kasiyatun pun berusaha mencari kabar suami dan kedua anaknya. Salah satunya dengan menelepon Galih, mandor di tempat Sumadi bekerja.
"Pak Galih menyampaikan bahwa Pak Sumadi dan Wahyu meninggal. Jenazahnya sudah ketemu. Kalau anak perempuannya selamat, dirawat di rumah sakit sana," ungkap Warsito.
Kasiyatun semakin terpukul saat mendapat kabar jenazah suami dan putranya telah dimakamkan di Palu secara massal. Betapa tidak, dia tak bisa mengantarkan tulang punggung keluarganya itu ke tempat peristirahatan terakhirr.
"Jenazah dimakamkan kemarin sore di sana, bersama 9 korban lainnya," terang Warsito.
Sementara Kepala Desa Plosogenuk Suyadi menuturkan, istri Sumadi menginginkan jenazah suami dan putranya dimakamkan di Jombang. Hanya saja, informasi yang dia terima sama. Yakni, jenazah kedua korban sudah dimakamkan secara massal.
"Keluarga menginginkan jenazah bisa dibawa pulang, kami usahakan. Namun, info di sana sudah dimakamkan secara massal," tandasnya. (iwd/iwd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini