"Keputusan MA sepenuhnya adalah bagian dari penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Semangatnya adalah menghormati Undang-Undang," kata Taufiqulhadi kepada detikcom, Sabtu (15/9/2018).
Anggota Komisi III DPR ini menjelaskan, Undang-Undang telah menjamin bahwa seorang narapidana tak dilarang maju menjadi caleg. Seorang narapidana yang telah menjalani masa hukumannya berarti telah kembali seperti orang yang tidak berbuat kejahatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski eks napi korupsi boleh menjadi caleg, namun bukan berarti partai-partai politik disarankan untuk mengajukan eks napi korupsi untuk menjadi caleg. Sebaliknya, parpol-parpol harus mengutamakan perbaikan kualitas caleg.
"Lebih baik partai-partai politik tidak perlu mengajukan nama koruptor. Semangatnya selaras dengan pembangunan politik Indonesia," kata Taufiqulhadi.
Peraturan KPU yang melarang eks napi koruptor nyaleg adalah PKPU Nomor 20 Tahun 2018. PKPU itu digugat lewat MA, kemudian pada 13 September kemarin MA mengabulkan gugatan itu. Artinya, eks napi koruptor bakal diperbolehkan nyaleg.
Alasan MA mengabulkan gugatan itu karena PKPU itu dinilai bertentangan dengan Pasal 240 ayat 1 huruf g UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 71/PUU-XIV/2016.
Pasal 240 ayat 1 huruf g UU Pemilu berbunyi:
Bakal calon DPR dan DPRD harus memenuhi persyaratan: tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
(dnu/dkp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini