Peristiwa yang menimpa Tri terjadi awal Agustus kemarin. Awalnya Tri mencari kepiting di Laguna Samas Bantul, alasannya karena tidak bisa melaut akibat gelombang tinggi yang menerjang pesisir Pantai Selatan DI Yogyakarta.
"Sudah lima bulan saya enggak bisa melaut. Makanya kami semua (nelayan di Samas) cari kepiting di Laguna Samas untuk menyambung hidup," kata Tri kepada wartawan, Senin (3/9/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun aktivise tersebut menjadi awal petaka buat Tri. Tanpa disangka-sangka dia dipanggil aparat Polair Polda DIY pada tanggal 21 Agustus lalu. Mulanya Tri dipanggil sebagai saksi.
"Saya dipanggil di Polair sebagai saksi karena ternyata di pengepul ditemukan kepiting ukuran kecil-kecil dalam jumlah 6 kilogram," ungkapnya.
Tri pun diminta aparat Polair Polda DIY untuk menyerahkan alat penangkap kepiting yang dipakainya. Dua hari berselang atau tanggal 23 Agustus, dia secara resmi ditetapkan menjadi tersangka.
"Saya ini buta hukum, nggak tahu apa-apa. Jadi saya disuruh bawa alat tangkap bintur dua biji, katanya (polisi) mau lihat alat tangkap. Saya bawa sampai sana alat tangkapnya difoto buat barang bukti," jelasnya.
"Saya ini nggak tahu kalau menangkap kepiting dilarang. Selama ini juga nggak ada sosialisasi dari dinas kalau (kepiting) di bawah 200 gram dilarang (ditangkap)," lanjutnya.
Kades Srigading, Wahyu Widodo menyayangkan penetapan tersangka kepada warganya yang menangkap kepiting. Pihaknya berjanji akan memberikan bantuan hukum kepada Tri.
"Sudah ada beberapa lawyer yang menawarkan pendampingan. Kan di dalam undang-undang desa APBDes juga diperbolehkan dialokasikan untuk jasa hukum," tuturnya.
"Pasti akan kami dampingi karena negara harus hadir. Saya cek sosilasisasi baru tanggal 29 Agustus kemarin," pungkas dia. (bgs/bgs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini