"Saya tidak terkejut dengan putusan Bawaslu tersebut karena PKPU ini dari sisi tertib hukum dan ilmu perundang-undangan memang bermasalah, meski dari sisi semangat pemberantasan korupsi patut diapresiasi," kata Sekjen PPP Arsul Sani kepada wartawan, Jumat (31/8/2018).
"Tertib hukumnya kan materi PKPU itu semestinya hanya menjabarkan dan melaksanakan lebih lanjut dari UU Pemilu, bukan menciptakan norma hukum baru, apalagi yang menyimpang dari UU. Nah PKPU yang melarang mantan terpidana kasus korupsi tersebut dari sisi tertib hukum memang bermasalah, sehingga ketika dibawa ke Bawaslu terkait dengan proses pencalegan ini maka tidak mengagetkan ketika tidak diikuti oleh Bawaslu," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu menjadi wewenang Bawaslu sesuai UU. Sedari awal PKPU 20/2018 khusus larangan caleg bagi mantan napi korupsi memang sudah pro-kontra karena UU 7/2017 tidak melarang. Tentu saja Bawaslu bekerja sesuai dengan UU," ujar Baidowi.
Bawaslu dalam putusannya menyatakan peraturan KPU Nomor 20 tahun 2018 bertentangan dengan UU nomor 12 tahun 2011 tentang Peraturan Perundang-undangan.
"Peraturan KPU nomor 20 tahun 2018 artinya dalam peraturan KPU hal ini bertentangan dengan ketentuan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan lampiran 2 angka 177 undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan Perundang-undangan," kata anggota Bawaslu DKI Puadi selaku Ketua Majelis sidang ajudikasi.
Bawaslu dalam pertimbangannya juga menggunakan keterangan ahli Chairul Huda. Chairul Huda mengungkapkan tidak ada relevansi maupun hubungannya antara perbuatan korupsi yang dilakukan oleh Taufik dengan proses politik yang sedang diikuti menjadi calon anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta pada pemilu 2019. (dkp/elz)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini