Moumen ini tepatnya ada di Dusun Kwayuhan RT 01/ RW 27, Desa Sendangmulyo, Kecamatan Minngir, Sleman. Tempat ini menjadi monumen tetenger sekolah polisi pertama yang didirikan setelah Indonesia merdeka.
Sejarahnya pun juga sangat asyik untuk diketahui, jika Anda berkunjung kesana di pagi hari. Anda akan menjumpai pengelola dari monumen itu. Namanya Ngadinem yang sudah 35 tahun merawat Monumen Wiranara itu, ia akan menceritakan sejarah dari monumen tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Monumen ini berdiri diatas tanah kas desa yang memiliki luas 350 meter persegi. Dengan tinggi monumen 3 meter dan panjang 3 meter. Setiap bentuk dari monumen memiliki makna tersendiri. Kobaran Api yang paling atas berjumlah 17, Kelopak Obornya berjumlah 8 buah, dan tikel yang dipasang diseluruh badan Monumen itu berjumlah 45. Semua angka tersebut menunjukkan tanggal, bulan, dan tahun Indonesia merdeka. Ada relief yang menggambar situasi pendidikan sekolah polisi waktu itu. Karena kondisi darurat dan tidak ada tempat semacam gedung, pendidikan diajarkan dengan cara duduk lesehan.
Menurutnya monumen ini berdiri ketika pemerintah Republik Indonesia berpindah dari Jakarta ke Yogyakarta pada tahun 1946. Yogyakarta menjadi ibukota Republik Indonesia diikuti dengan berpindahnya Markas Kepolisian Republik Indonesia. Saat terjadi agresi militer kedua dan Kota Yogyakarta diduduki Belanda, kepolisian RI ikut menyingkir ke arah barat.
Mereka sembunyi di Dusun Kwayuhan. Di tempat itu polisi mendirikan Sekolah Polisi Darurat. Sebagai tempat untuk sekolah diadakan di salah satu rumah warga. Pemegang kendali polisi kala itu Jenderal Sukamto. Kekuatan di Kwayuhan saat itu hanya 420 polisi dan tak cukup untuk melawan Belanda. Oleh karena itu semua laki-laki di daerah tersebut ditawari menjadi polisi.
Ujiannya pun sangat mudah, dengan cara melompati dua dingklik (bangku) .Jika bisa melakukan rintangan itu sudah menjadi polisi. Namun harus siap mati melawan Belanda untuk menyelamatkan RI.
"Cerita tersebut saya dapatkan dari bapak saya yang dulu ikut membantu mereka untuk menyediakan makanan bagi para anggota polisi. Tetapi bapak saya tidak menjadi polisi karena dilarang oleh orangtuanya," ujarnya.
![]() |
Lanjutnya, untuk mengenang jasa rakyat Dusun Kwayuhan dan sekitarnya. Atas prakarsa Jenderal Anton Soedjarwo dibangunlah sebuah monumen yang dikenal dengan Monumen Wiranara.
"Wira berarti berani dan nara dalam Bahasa Jawa berarti orang. Jika diartikan Wiranara adalah manusia pemberani yang berjuang membela nusa dan bangsanya," sambungnya.
Pada tahun 1983, Kapolri Jenderal Anton Soedjarwo meresmikan Museum Wiranara sebagai simbol bakti Polri kepada rakyat yang mencintainya. Monumen itu sebagai tanda bahwa perjalanan panjang Kepolisian Republik Indonesia pernah melibatkan rakyat di Dusun Kwayuhan.
"Bukti nyata bahwa dulu rumah warga yang digunakan sebagai tempat untuk kelas, kantor administrasi, dan markas kepolisian sekarang masih ada. Hanya saja tidak lagi berbentuk asli, Namun sudah direnovasi oleh pemiliknya," ujarnya.
Sisa-sisa bangunan itu mengisahkan ada kerja sama rakyat dan polisi melawan Belanda waktu itu.
"Monumen ini akan ramai pengunjung pada saat acara penyerahan jabatan kepolisian. Atau pada saat ada acara pendidikan polisi dan semacamnya, dari Polda kesini," jelasnya.
Jika ingin datang ke monumen, bisa lewat Jalan Godean Km 11 kemudian belok kana dan sudah ada arah penunjuk jalan. Meski hanya sebuah monumen tetenger namun sejarahnya sangat berarti bagi Kepolisian Republik Indonesia.
Tonton juga video: 'Pernah Lihat Wajah Monumen Pembebasan Irian Barat?'
(bgs/bgs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini