Pertunjukan wayang kulit disiapkan di panggung utama Festival Indonesia di Taman Krasnaya Presnya, Moskow, Rusia, Sabtu (4/8/2018) pukul 20.30 waktu setempat. Warga Moskow langsung duduk memenuhi seluruh kursi panjang yang disediakan.
Di barisan depan tampak duduk Duta Besar Republik Indonesia untuk Federasi Rusia merangkap Republik Belarus M Wahid Supriyadi. Dia didampingi istrinya, Murgiyati Supriyadi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Warga Moskow yang tak kebagian tempat duduk berdiri di bagian belakang. Ada juga yang duduk melantai di depan panggung dan di rumput. Tua dan muda semua membaur tak sabar menyaksikan pertunjukan wayang kulit yang akan dibawakan oleh dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Ki Dalang Dr Eddy Pursubaryanto.
"Bismillahirrahmanirrahim," ujar dalang Eddy sebelum memulai pertunjukannya. Dia memainkan cerita The Fall of King Baka atau Jatuhnya Prabu Baka. Lewat lakon ini dia menggambarkan bahwa penindasan manusia atas manusia masih ada di muka bumi. Menurutnya, hal ini tidak bisa dibiarkan dan harus dihapus dari muka bumi.
Pertunjukan wayang kulit pun dimulai ditandai dengan gelapnya langit. Di Moskow langit memang baru mulai gelap sekitar pukul 21.00 waktu setempat. Suara dalang Eddy terdengar bersemangat memainkan lakon, padu dengan suara sinden dan musik gamelan yang mengiringi.
![]() |
Sinden dan musik gamelan yang mengiringi Eddy bukan sembarangan. Mereka dari Dadali Gamelan Group yang merupakan kelompok gamelan KBRI Moskow. Semuanya muda-mudi Rusia yang dilatih pelatih gamelan Tri Koyo sebagai music director. Mereka matang mempersiapkan pertunjukan ini dengan latihan rutin di KBRI Moskow selepas jam kerja hingga larut malam.
Lakon Jatuhnya Prabu Baka yang dimainkan dalang Eddy diambil dari epik The Mahabharata. Epik ini menceritakan perjalanan dan konflik antara dua keluarga besar yaitu Pandawa dan Kurawa. Lakon ini merupakan bagian dari episode ketika para Pandawa dan Dewi Kunthi-ibu dari para Pandawa-sedang menjalani hukuman pembuangan di hutan Kamiaka selama 12 tahun. Hukuman itu sebagai akibat para Pandawa kalah dalam taruhan judi dengan keluarga Kurawa.
![]() |
Menurut tetua Desa Giri Liman bernama Demang Wijrapa, sepekan sekali manusia harus diserahkan untuk jadi santapan Prabu Baka. Ketika tiba giliran Demang Wijrapa harus menyerahkan putranya bernama Bambang Rawan, Bratasena bersedia mengorbankan diri jadi santapan Prabu Baka. Singkat cerita Prabu Baka malah tewas di tangan Bratasena.
"Bratasena mempunyai senjata yang ampuh yaitu kuku panjang di kedua ibu jarinya. Kuku itu disebut kuku pancanaka. Habislah riwayat Prabu Baka. Akhir hidup Prabu Baka menandakan hilangnya penindasan manusia atas manusia di muka bumi ini. Damai, damai, damai di bumi," ujar dalang Eddy menutup cerita.
![]() |
"Siapapun yang memainkan wayangnya, tidak harus saya, saya kira pasti hasilnya akan sama," ucap pria asal Yogyakarta yang meraih gelar doktor usai meneliti wayang kulit purwa ini. (hri/jbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini