Petisi menolak vonis itu dibuat di www.change.org. Hingga Kamis (2/8/2019) pukul 17.00 WIB, sebanyak 9.879 orang telah menandatangani petisi itu.
"Hukum harus mencerminkan rasa keadilan dan kemanusiaan. Hukum tidak boleh kaku hanya mencerminkan keadilan tetapi menghilangkan rasa kemanusiaan. Bagaimana mungkin korban malah ikut dihukum?" kata seorang pemberi petisi, Piter Kristianto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan ribuan kasus perkosaan yang menimpa perempuan dan anak, apakah adil jika hakim memberikan hukuman penjara kepada mereka yang memutuskan menggugurkan kehamilan akibat perkosaan?" kata penandatangan petisi lainnya, Destra Falaq Herdianto.
Adapun menurut Miranti Ayudya, sangat tidak berperikemanusiaan ketika seseorang sudah mendapat musibah yang merusak dirinya malah dikenai hukuman pula.
"Hukum kita telah banyak mencederai rasa keadilan korban. Jangankan memberi keadilan bagi korban, yang ada justru mengkriminalisasi korban," tutur Dindin Syaripudin.
Jumlah pembuat petisi masih terus bertambah karena petisi masih dibuka.
Kasus ini bermula saat si kakak memperkosa adiknya pada September 2017. Pemicunya, si kakak menonton film porno. Si kakak berusia 17 tahun, sedangkan sang adik 15 tahun. Pada 19 Juli 2018, PN Muara Bulian menjatuhkan hukuman:
1. Kakak dihukum 2 tahun penjara dan 3 bulan pelatihan kerja.
2. Adik dihukum 6 bulan penjara dengan pelatihan kerja 3 bulan.
Adapun berkas si ibu sudah diserahkan ke pengadilan. (asp/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini