"Yang jadi masalah kenapa korban pemerkosaan dihukum? Nah ada suatu pandangan dari penyidik bahwa fakta hukumnya itu korban melakukan aborsi. Itu kan menghilangkan nyawa juga. Hukum harus tegak. Tetapi ada lex specialis karena masih di bawah umur," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Mohammad Iqbal di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (1/8/2018).
Iqbal menjelaskan tindakan polisi terhadap si korban yang juga pelaku aborsi sudah simultan dengan jaksa dan hakim.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ditanyai mengenai undang-undang yang mengatur tindakan aborsi itu legal, Iqbal menafsirkan aborsi dapat dilakukan jika kandungan mengancam si ibu.
"Itu darurat apabila tidak diaborsi, dapat menghilangkan nyawa ibunya, atas dasar kesehatan. Misal si A diperkosa dan tidak di bawah umur, dia tidak bisa lakukan aborsi," tutur Iqbal.
"Saya sampaikan bahwa penegakan hukum prinsipnya keadilan ada penyelesaian di luar hukum antara lain ada sanksi sosial, duduk bersama dan tidak ada keberatan. Tapi tentang menghilangkan nyawa atau aborsi kita pahami bersama, apakah itu dilegalkan?" sambung dia.
Terkait proses hukum terhadap ibu korban yang masih berjalan di kepolisian setempat, Iqbal berharap penyidik melakukan fungsi pengayoman dan memakai hati nurani.
"Kita akan cek (proses hukum terhadap ibu korban) dan saya minta polisi di sana harus tampil bukan hanya sebagai penegak hukum, tapi pengayom masyarakat. Ada hati nuran yang dikedepankan," tutur Iqbal.
Kasus bermula saat si kakak memperkosa adiknya pada September 2017. Pemicunya, si kakak menonton film porno. Si kakak usianya 17 tahun, si adik usianya 15 tahun. Pada 19 Juli 2018, PN Muara Bulian menjatuhkan hukuman:
1. Kakak dihukum 2 tahun penjara dan 3 bulan pelatihan kerja.
2. Adik dihukum 6 bulan penjara dengan pelatihan kerja 3 bulan.
Tonton juga 'Pemerkosaan Gadis 7 Tahun Berujung Demo Besar-besaran di Pakistan':
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini