"Saya nggak ngerti itu siapa yang ngomong ya (udara di Jakarta buruk, red). Itu dispute alat juga, dan dispute metode," kata Siti saat ditemui di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (27/7/2018).
Dia mengatakan sudah berkali-kali meminta pejabat berwenang di Kementerian LHK memanggil organisasi pemerhati lingkungan, seperti Greenpeace dan pihak yang menyebut udara Jakarta masuk kategori 'buruk'. Dia ingin mempertanyakan metode penelitian yang digunakan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menambahkan, jika dilihat di kawasan Bundaran Hotel Indonesia (HI), selama 2017 kualitas udara di Jakarta yang dinilai buruk tidak lebih dari 20 hari. "Kalau nggak salah 14 hari saja," katanya.
Untuk itu, jika ada pihak yang menyebut kualitas udara di Jakarta semakin buruk, bahkan masuk kategori 'waspada', Siti tidak terima. Dia pun hendak mengetahui metode apa yang digunakan peneliti tersebut.
"Kalau sekarang dibilang udara di Jakarta 'buruk' dan 'waspada', menurut saya itu agak aneh, karena mesti lihat dia pakai metode apa mengukurnya. Kalau mengukurnya pakai metode tenteng sambil duduk di atas motor, sedangkan motornya ada knalpotnya, ya terang saja," katanya.
"Ini sebetulnya sudah dikoreksi penjelasannya ini karena saya minta bahasan. Saya biasanya kalau ada data yang dispute itu saya panggil orangnya dan saya cek metodenya apa, serta datanya apa, ngambilnya kapan? Menurut saya, datanya tidak betul," tambahnya.
Siti menambahkan pihaknya juga telah memasang alat pengukur kualitas udara di beberapa titik di Jakarta, yakni di kawasan Gambir dekat Kedutaan Besar Amerika Serikat, di kawasan Bundaran HI, di kawasan Kelapa Gading, di kawasan Pondok Labu, dan saat ini terbaru di kawasan Senayan. "Karena untuk tempat Asian Games," katanya.
Dia menambahkan pihaknya juga memiliki data atau grafik mengenai kualitas udara di Jakarta yang dirilis setiap hari. (jor/gbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini