Warga di Desa Talun dan Ngrandah di Kecamatan Toroh misalnya, warga harus mencari sisa air itu di sungai yang mengering. Dari lubang resapan yang disebut belik itu, mereka bergantian mengambil air bersih dengan pelan. Sebab jika tak hati-hati, dapatnya air keruh.
Mereka membawa air itu pulang ke rumah untuk kebutuhan minum, masak, mencuci, dan mandi. "Sudah hampir dua bulan ini, kami ambil air dari belik," tutur Tawi warga Dusun Sasak, Ngrandah.
![]() |
Hampir sebagian warga di dusun itu yang sumurnya kering memanfaatkan belik. Semenjak lepas subuh, mereka harus antre untuk dapat ambil air di belik sungai itu. "Sudah sekitar 2 bulan tidak hujan. Sumur kami tak ada airnya," ujar Sri Lestari, warga yang lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Permukaan sungai di Dusun Sasak sudah mengering, hanya beberapa lokasi di permukaan sungai yang terlihat ada airnya. Itu pun berupa genangan. Beberapa permukaan telah diubah jadi belik.
Di Dusun Talun, pemandangan serupa juga dapat ditemui. Suparti, warga setempat, terlihat mengambil air di belik. Selain itu, dia juga membawa ember penuh pakaian yang akan dicuci.
"Saya manfaatkan air belik untuk nyuci. Saya tak punya sumur. Biasanya saya minta tetangga. Tapi kini sumur tetangga tak ada airnya," ungkapnya.
![]() |
Sekda Pemkab Grobogan, Moh Sumarsono, dikonfirmasi menjelaskan, kades dan camatnya daerah itu belum membuat laporan mengenai kondisi tersebut.
"Mestinya kades dan camat tanggap terhadap situasi rakyatnya dan segera melaporkan untuk minta bantuan Pemkab," kata Sumarsono.
Pihaknya sudah menyiapkan anggaran untuk droping air melalui BPBD sebesar Rp 175 juta. Bila kurang, bisa mengambil dana tak terduga Rp 3,5 miliar. Itu dana persiapan untuk menghadapi berbagai kemungkinan bencana, termasuk bencana kekeringan. (mbr/mbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini