"Saya mempersiapkan jalur prestasi bagi anak saya karena yakin berada di luar zonasi (sekolah yang diharapkan). Namun ternyata masuk zonanya (5,5 kilometer). Otomatis jalur prestasi gugur. Saya ya tidak mau, karena pasti kalah dengan anak yang jaraknya dekat sekolahan," Kata Iwan Lipo, salah satu wali murid asal Sokaraja, Banyumas, Rabu (4/7/2018).
Wali murid lainnya asal Kalibagor, Banyumas, Markus (53), memaparkan anaknya yang NEM rata-rata cukup tinggi tidak bisa masuk sekolah favorit. Sedangkan kualitas sekolah pingiran dan sekolah di kota tidak merata.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Humas Panitia Penerimaan Siswa SMP Negeri 2 Purwokerto, Agus Widodo, mengakui banyak orangtua dan siswa dari luar zona yang mencoba mendaftar. Namun mereka harus menunggu kuota 90 persen zonasi terpenuhi.
Penerapkan sistem zonasi dilakukan berdasarkan google map, agar tidak ada yang berupaya mencurangi jarak rumah dari sekolah. Sedangkan metode yang dipakai bukan berdasarkan jalan yang dilalui namun berdasarkan radius maksimal 6 kilometer.
"Kalau tempat tinggalnya masih satu zona, 6 km maksimal, ya prestasi tidak dihitung. Berarti harus bersaing dengan jarak di titik koordinat SMP dengan rumah," ujarnya.
Dia mengakui banyak keluhan dari orang tua yang anaknya berprestasi, karena anaknya tidak dapat masuk sekolah sebagai pilihan pertama. Pihaknya memang mengutamakan 90 persen kuota zonasi terpenuhi dengan persaingan jarak.
"Pokoknya yang penting yang jaraknya 6 kilometer maksimal diambil dulu. Walaupun punya prestasi di area ini, tidak bisa masuk jalur prestasi. Ini penyebaran anak berprestasi, mungkin tujuannya di sekolah terdekat," jelasnya. (mbr/mbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini