"Banyak kaum beragama yang menyatakan tidak ada radikalisme yang bersumber dari pemahamanan beragama. Namun saya berpandangan sebaliknya dan meminta semua orang mengakui bahwa ada pemahaman keagamaan yang menyebabkan munculnya paham radikal," kata Rommy, dalam keterangan tertulis, Jumat (8/6/2018).
Hal itu disampaikannya dalam pidato kebangsaan pada acara yang dihadiri oleh penyuluh agama di Medan, Sumatera Utara, hari ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mencontohkan dalam sejarah Islam akar radikalisme telah muncul sejak zaman pemerintahan khalifah Utsman bin Affan, atau khalifah ketiga setelah Rasulullah SAW.
Saat itu ada kelompok Khawarij yang mengaku memiliki pemahaman agama yang paling benar dan menyalahkan golongan lain. Bahkan mereka berpandangan semua orang yang tidak sepaham dengan mereka diperbolehkan untuk dibunuh.
"Pandangan radikal ini mereka juga sandarkan pada ayat Alquran yang mereka pahami sendiri maknanya sebagai seruan jihad yang membolehkan membunuh orang muslim lainnya," jelas Rommy.
Menurut Rommy, tidak bijak jika kalangan umat beragama, termasuk umat Islam mengingkari bahwa terorisme berasal dari pemahaman agama. Sebab terbukti, bom di Surabaya beberapa waktu lalu dilakukan oleh dua keluarga yang notabene dikenal taat beragama. Baik itu keluarga Dita Oepriarto yang melakukan pengeboman di beberapa gereja, dan Anton Febrianto yang merakit bom di Rusunawa Taman Sidoarjo.
Atas fenomena itu ia menyebut bahwa radikalisme dan terorisme di Indonesia saat ini memasuki fase baru yang ditandai dengan semakin meningkatkanya radikalisme di kampus dan pelibatan keluarga dalam melakukan tindak terorisme.
(ega/ega)