Peristiwa itu terjadi pada hari Selasa, 29 Mei 2018. Maklek berteriak kencang saat melihat gadis 16 tahun yang diasuhnya sejak bayi sudah tergantung di kayu rangka pintu kamar kosnya yang terletak di rumah kos Jalan A Yani Kota Blitar, Jawa Timur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Titeng mendengar Maklek berteriak sangat keras sambil menyebut-nyebut nama korban yang berinisial EP. Sejurus kemudian Titeng menghampiri, namun EP sudah tidak bernyawa.
"Korban ditemukan telah tergantung di kayu rangka pintu kamarnya. Sudah meninggal saat kami turunkan," imbuh Titeng.
Maklek adalah panggilan yang disematkan oleh EP ke pengasuhnya itu. Kepada Maklek, EP pun meninggalkan pesan lewat secarik kertas.
"Maklek Jangan Teriak. Panggil Orang Disekitar. Hub Mardi Waluyo (0342-xxxxxx). Bawa Tas Ini. Kartu BPJS Ada Didalam Amplop. Jangan Ada Ambil Gambar Disini !" tulis mendiang EP untuk Maklek.
Tentu saja Maklek tak bisa menahan perasaan terkejutnya. Dia berteriak kencang hingga warga sekitar kos menghampiri. Jenazah EP dibawa ke RSUD Abdi Waluyo dan petugas dari Polsek Sananwetan pun datang ke lokasi.
Tanda tanya pun muncul tentang penyebab EP memilih untuk meninggalkan dunia. Keterangan dari beberapa teman korban yang ikut ke RSUD Mardi Waluyo, EP merupakan siswa berprestasi di sebuah SMPN Kota Blitar.
![]() |
EP mempunyai cita-cita kuat melanjutkan sekolah ke sebuah SMA favorit di Kota Blitar yakni SMAN 1 Kota Blitar. Namun domisili EP yang ada di Kabupaten Blitar menipiskan harapannya untuk bisa diterima di situ.
"Cuma beberapa hari ini dia bilang stres. Soalnya nilainya turun semua. Dia juga takut nggak diterima di SMAN 1 Kota Blitar, soalnya dia kan anak kabupaten," kata teman sekelas korban Sandy pada detikcom, setelah kejadian.
Polisi lalu memastikan, EP meninggal karena gantung diri. Tak ada tanda-tanda penyebab lain berdasarkan hasil visum luar.
Sekitar pukul 17.58 WIB, korban dibawa keluarganya ke krematorium Wisma Paramita. Tampak beberapa anggota keluarga dan ibu kandung korban, turut masuk ke ambulans yang mengantar jasad siswi berprestasi itu ke Jalan Mawar Kota Blitar.
Pesan EP ke Maklek dan Ibunya Sebelum Gantung Diri
EP adalah siswi berprestasi di sekolah semasa hidupnya. Meski temannya berkata bahwa nilainya menurun, tapi nilai Ujian Nasional (UN) bukanlah penyebab dia memilih untuk mengakhiri hidup.
EP menduduki peringkat ke-30 di sekolah dengan nilai ujian nasional 359,0. Nilai rata-rata ujian nasional EP sekitar 89. Tapi EP khawatir tak bisa ke sekolah yang didambakannya, SMAN 1 Kota Blitar.
EP yang selama ini tinggal bersama MY, juga meninggalkan permohonan ke pemilik kos tempatnya tinggal. Permohonan yang cukup sederhana.
![]() |
"Dia ingin digelar doa di rumah kos itu, hingga musim pelajar bersekolah kembali," kata Kasatreskrim Polresta Blitar AKP Heri Sugiono kepada detikcom, Rabu (30/5/2018).
MY yang selalu dipanggil Maklek oleh EP, pun diminta membawa tas yang diletakkan di kamar tempatnya mengakhiri hidup. Ada beberapa barang di dalam tas tersebut.
"Hasil olah tempat kejadian perkara, isi tas itu terdiri empat lembar kertas yang ada tulisan yang bersangkutan, sebuah dompet berisi kartu pelajar dan kartu anggota atas nama yang bersangkutan. Dan sebuah amplop kertas kecil berwarna putih berisi kartu BPJS atas nama yang bersangkutan," kata Heri.
Selain itu, EP juga meminta agar jenazahnya segera dibawa ke Wisma Paramita untuk langsung dikremasi. EP ingin dimakamkan dengan peti mati warna putih. Khusus untuk sang ibunda, EP berharap ibunya tak bekerja dahulu sampai dengan hari raya.
Asa EP Hilang karena Sistem Zonasi Masuk SMA?
Semasa hidup, EP sangat ingin masuk ke sebuah sekolah favorit, SMAN 1 Kota Blitar. Namun asa EP hilang terbentur sistem zonasi yang memperkecil kesempatannya yang berasal dari Kabupaten Blitar untuk bersekolah di Kota Blitar.
Namun Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Kabupaten dan Kota Blitar Suhartono menyatakan, hasil konfirmasi terkait motif siswi gantung diri bukan semata masalah zonasi. Suhartono kemudian menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya EP.
"Saya malam itu langsung konfirmasi ke berbagai pihak. Kebetulan ada teman yang kenal dekat dengan siswi ini. Juga ada yang kenal dekat dengan keluarga. Intinya, motifnya bertindak nekat itu bukan semata-mata terkait zonasi," kata Suhartono saat dihubungi, Rabu (30/5).
Suhartono kemudian menjelaskan soal sistem zonasi. Menurut dia, EP sebetulnya masih tetap punya kesempatan untuk bersekolah di Kota Blitar meski berasal dari Kabupaten Blitar. Apalagi jika nilai UN EP tinggi.
"Misalnya siswa Srengat Kabupaten Blitar. Dia punya dua pilihan. Pilihan pertama bisa masuk wilayah Kota Blitar, pilihan kedua bisa masuk wilayah Kabupaten Blitar. Atau pilihan satu dan dua sama-sama di Kabupaten Blitar," ujar Suhartono.
Sementara itu pihak kepolisian telah mengonfirmasi ke ibunda EP. Rupanya memang ada faktor lain yang mendorong EP mengakhiri hidup.
"Keterangan dari ibu dan kakak kandung yang bersangkutan, memang mereka ada masalah keluarga. Namun bukan wewenang kami menjelaskannya. Jadi motifnya, yang bersangkutan ini depresi dengan berbagai tekanan mulai masalah keluarga, prestasi di sekolah menurun sampai ketakutan tidak diterima di sekolah favorit. Komplek pokoknya," kata Kasatreskrim Polresta Blitar AKP Heri Sugiono kepada detikcom. (bag/nkn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini