Cerita dan Sejarah Radikalisme di Malang

Cerita dan Sejarah Radikalisme di Malang

Muhammad Aminudin - detikNews
Jumat, 18 Mei 2018 17:29 WIB
Rumah yang ditinggali Abu Umar dan istri (Foto: Muhammad Aminudin)
Malang - Paham radikalisme yang mengarah kepada teror tumbuh berkembang di Malang. Terbukti perburuan Densus 88 Antiteror seringkali mengarah kepada kota itu. Malang memang punya cerita dan sejarah tentang kelompok garis keras yang mampir ke kota/kabupaten ini.

Pada 25 Maret 2015, ditangkap tiga orang yang telah bergabung dengan ISIS di Suriah. Mereka adalah Helmi Alamudin warga Kelurahan Karangbesuki, Sukun, Kota Malang; Abdul Halim asal Kelurahan Kasin, Klojen, Kota Malang; dan Muhammad Junaedi, warga Kelurahan Bumiayu, Kedungkandang, Kota Malang.

Berikutnya, pada 19 Febuari 2016, Densus 88 Antiteror menangkap kelompok jaringan terorisme yang terkait bom Thamrin. Mereka Achmad Ridho Wijaya warga Perum Griya Permata Alam Blok JM-07, Karangploso, Kabupaten Malang; Rudi Hadianto juga tinggal di wilayah Karangploso; dan Badrodin menempati rumah di Perumahan Green Hills, Ngijo, Karangploso; dan M Romly warga Dau, Kabupaten Malang.

Jauh sebelum itu, paham radikalisme dan terorisme hadir di perguruan tinggi secara terselubung. Itu dibuktikan dari Munfiatun alias Fitri mahasiswa Universitas Brawijaya yang menikah secara siri dengan Noordin M. Top, gembong teroris saat itu. Munfiatun dihukum selama dua tahun karena terbukti menyembunyikan Noordin M Top selama 1,5 bulan di tempat yang berbeda meliputi Malang, Pasuruan dan Surabaya.


Demikian juga dengan Muhammad Cholily alias Yahya yang dikenal sebagai kurir bom Dr Azahari dan turut menyembunyikan Noordin M Top selama di Malang. Cholily ditangkap setelah Detasemen Khusus 88 Antiteror menggerebek persembunyian dr Azahari di Perumahan Flamboyan, Batu pada Juli 2004. Saat menjalani masa pembebasan bersyarat 6 Agustus 2014, dia bertekad tak akan kembali dalam jaringan terorisme.

Yang terbaru adalah ditangkapnya terduga teroris di wilayah Kabupaten Malang. Mereka adalah Syamsul Arifin alias Abu Umar (37), dan istrinya Wahyu Mega Wijayanti (40). Mereka ditangkap di rumah kontrakannya di Perum Banjararum blok BB, Singosari, Kabupaten Malang.

Abu Umar bahkan menjadi Ketua Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Jawa Timur, kelompok yang diduga kuat sebagai dalang penyerangan bom bunuh diri tersebut. Setelah pasutri tersebut, Densus membekuk Kristianto (41), yang mengontrak sebuah rumah di Dusun Turirejo, Kepuharjo, Karangploso, Kabupaten Malang.

Keterlibatan warga Kabupaten Malang dalam JAD semakin nyata dengan ditembak matinya Hari Sudarwanto (45), warga Perum Bukit Singosari Raya, Candirenggo, Singosari, Kabupaten Malang. Hari bahkan disebut sebagai peracik dan penyuplai bahan kimia bom Surabaya dan Sidoarjo.


Malam kemarin dua terduga teroris kembali diamankan yakni Ilham Nurali Majid (21) dan kakaknya Arif Rahman Hakim (23), di rumahnya Jalan Gadingpesantren, Klojen, Kota Malang. Ilham diburu karena keterkaitannya dengan JAD.

Dosen Ilmu Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Prof Syamsul Arifin melihat, Malang memang potensial menjadi tempat (sarang) radikalisme dan terorisme. Penyebabnya, Malang adalah kota berkembang, kota yang banyak memiliki perguruan tinggi, sehingga silih berganti orang keluar masuk tanpa bisa terdeteksi.

"Itu yang membuat Malang sangat potensi, sebagai tempat tinggal ataupun mengembangkan paham radikalisme ataupun menciptakan bibit terorisme. Kota banyak perguruan tinggi, kota berkembang, orang banyak keluar masuk. Pastinya akan dikira mahasiswa, pengajar atau pekerja, sehingga sangat sulit terdeteksi," beber Syamsul saat berbincang dengan detikcom, Jumat (18/5/2018).

Menurut Syamsul, yang diperlukan saat ini adalah Early Warning System (peringatan dini) menangkal gerakan radikalisme maupun terorisme di tengah masyarakat.


"Perlu early warning melibatkan semua elemen sampai tingkat RT dan RW, untuk mencegah serta mendeteksi secara dini gerakan atau kelompok garis keras, radikal yang mengarah kepada terorisme," ujar pengamat radikalisme dan terorisme ini.

Kapolres Malang AKBP Yade Setiawan Ujung mengungkapkan, keberadaan para terduga terorisme di wilayah Kabupaten Malang, bisa dikatakan hanya singgah saja. "Analisis selama ini, mereka di Malang hanya tinggal saja," katanya.

Namun semua tak luput dari sejarah, saat Jamaah Ansharut Daulah (JAD), yang diyakini sebagai metamorfosis Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), didirikan Abu Bakar Baasyir dideklarasikan di Malang.

"Sejarah awal dulu demikian (deklarasi di Batu dan Malang)," ungkapnya. (iwd/iwd)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.