Keluarga yang dimaksud adalah keluarga Dita Oeprianto pengebom tiga gereja di Surabaya, keluarga Tri Murtiono pengebom Markas Polrestabes Surabaya, dan keluarga Anton Ferdiyantono yang bomnya meledak sebelum waktunya di Rusunawa Wonocolo, Sidoarjo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pengajian rutin setiap Minggu. Pengajian di situ, di (tempat) Dita itu, sering ketemu," kata Kapolda Jawa Timur Irjen Machfud Arifin dalam jumpa pers di Mapolda Jatim, Selasa (15/5/2018) kemarin.
Baca juga: Pembalasan, Motif Bomber Gereja Surabaya |
Itu adalah keterangan yang diperoleh polisi dari anak Tri yang diajak melakukan serangan bom bunuh diri namun akhirnya selamat. Lewat pengajian-pengajian itulah para keluarga pengebom mendapatkan pengajaran dari guru paham teror.
Di antara tiga keluarga itu, dua keluarga di antaranya meledakkan bomnya di sasaran yang dituju yakni gereja dan Markas Polrestabes Surabaya. Ternyata mereka juga punya keahlian menghindari kejaran intelijen.
"Mereka ini terlatih, mereka mampu menghindari deteksi intelijen. Mereka mampu menghindari komunikasi," kata Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5/2018) lalu.
Para keluarga ini telah berlatih melakukan pengembangan aksi supaya tak diendus intelijen sebelum meledak. Adapun guru para keluarga pengebom yang biasa menyampaikan pengajaran tiap pengajian Minggu itu, kini masih belum ditangkap.
"Ada dua yang saya berharap segera cepat ditangkap," kata Irjen Machfud.
Ini juga video tentang Teroris Manfaatkan Media Untuk Tebar Pesan dan Rasa Takut (dnu/rjo)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini