Di desa ini saja terdapat 76 rumah industri arjo yang telah menjadi mata pencaharian masyarakatnya secara turun-temurun. Arjo sendiri diketahui berbahan dasar limbah pabrik gula.
"Pembuatannya sangat mudah. Tetes tebu limbah pabrik gula kita campur dengan ragi tape dan air," terang Rohmat (50), salah satu warga yang memproduksi arjo kepada detikcom, Kamis (3/5/2018).
Untuk perbandingan bahannya, cairan tetes tebu 40 liter dicampur dengan air tawar 60 liter. Campuran air tawar dengan cairan tetes tebu tersebut kemudian difermentasi selama seminggu dalam drum besar.
"Proses awal campuran tetes 40 liter dengan air 60 liter kita rendam. Proses fermentasi selama seminggu kita diamkan dalam tandon drum besar di ruang dapur," katanya.
![]() |
Rohmad mengatakan langkah selanjutnya arak yang sudah setengah jadi tersebut direbus. Saat merebus ditambahkan satu pack butiran ragi tape untuk menyempurnakan rasa arak jowo.
"Dalam rebusan campuran cairan tetes tebu dan air itu diberi ragi tape agar sempurna, bisa berbuih," tambahnya.
Setelah direbus hingga mendidih, arak yang sudah jadi ini disaring dan didinginkan lalu dikemas dalam botol bekas air mineral dan siap dipasarkan. Dalam sehari, Rohmat mengaku bisa menjual antara 30-50 liter dengan harga mulai Rp 7.500 hingga Rp 35 ribu.
Arak yang diproduksi Rohmat kebanyakan dicari oleh pembeli dari Madiun, Magetan dan Ngawi sendiri, baik untuk dijual lagi maupun untuk dikonsumsi sendiri.
Namun pasca penggerebekan, ke-76 rumah industri yang ada di Desa Kerek tidak lagi memproduksi miras. (lll/lll)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini