Kisah Pilu Korban Gempa Banjarnegara: Rumah Runtuh dalam Sekejap

Kisah Pilu Korban Gempa Banjarnegara: Rumah Runtuh dalam Sekejap

Moch Prima Fauzi - detikNews
Jumat, 27 Apr 2018 21:21 WIB
Foto: Dok ACT
Jakarta - Suara gemuruh, kegaduhan, dan ketakutan pascagempa Banjarnegara tak bisa dilupakan oleh Priyadi, sosok lelaki berusia empat puluhan asal Desa Kasinoman, Kecamatan Kalibening. Ia beserta istri, kedua anaknya, dan ibu kandungnya berhasil selamat dari bencana gempa bumi 4,4 SR yang mengguncang Banjarnegara, Rabu lalu.

Kini, Priyadi dan keluarganya tinggal sementara, berjejal berdesakan di tenda pengungsian Desa Kasinoman. Rumah Priyadi hancur tidak berbentuk lagi. Runtuhan tembok berserak ke berbagai arah. Sisa rumahnya hanya berbentuk kayu dan besi patah, atap ambruk, dan beton tembok hancur tak beraturan.

Genap sepekan pascabencana fatal itu, Priyadi masih bisa mengisahkan lengkap setiap fragmen cerita yang ia alami saat itu. Ia mengisahkan detik demi detik ketika gempa mengguncang dan menghancurkan ratusan rumah di desanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Rabu (18/4/2018) siang, Priyadi sedang beristirahat di ranjang kecil di rumahnya. Hampir terlelap, tiba-tiba ia merasakan getaran luar biasa. "Seperti rumah saya dan semua di atas tanah diangkat, lalu dibanting lagi. Setelah itu semua runtuh. Saya tertindih beton besar di kaki. Yang pertama saya ingat adalah anak-anak saya," tuturnya.

Ketika gempa terjadi, kedua anak Priyadi sedang berada di depan televisi, di ruang tengah rumah. "Anak saya dua orang sedang duduk di sebelah lemari, di depan TV. Setelah gempa reda, saya masih tertimbun. Belum bisa bergerak. Istri saya teriak-teriak meminta pertolongan. Dua anak saya hampir ditimpa lemari yang ambruk. Tapi ibunya menahan lemari itu," kisah Priyadi.

Namun, kala itu Priyadi tidak bisa berbuat apa pun. Tubuhnya lemas tertindih tembok beton dan atap rumahnya yang ambruk. Ia berujar kepada sang istri untuk menyelamatkan anak-anak mereka.

"Kamu jangan ngurusin Bapak. Bapak ini laki-laki, insyaallah bisa bangun sendiri. Kamu tolong anak-anak dulu. Pelan-pelan bangunkan lemarinya. Setelah anak-anak aman, biarkan lemarinya ambruk," kata Priyadi kala itu kepada istrinya.

Istri dan kedua anaknya bisa menyelamatkan diri dari lemari serta atap rumah yang runtuh. Ia juga akhirnya bisa menyelamatkan diri. Kemudian Priyadi mencari ibu kandungnya.

"Si Mbah mana si Mbah? Saya berkata kepada istri, saya mencari di mana si Mbah. Terakhir si Mbah ada di dapur kata istri saya, tapi dapur sudah porak-poranda," cerita Priyadi.

Pelan-pelan terdengar suara seseorang meminta tolong. "Aku ketiban plafon, aku di balik pintu dapur," ujar Priyadi menirukan suara lirih si Mbah atau ibunda kandungnya.

"Pintu dapur langsung saya dorong ndak bisa. Saya dobrak. Saya masuk ke plafon yang ambruk. Tangan satu angkat plafon, tangan satu lagi angkat ngempit (mengapit) si Mbah keluar," ujarnya dengan logat Jawa yang khas.


Setelah semua keluar dari rumah, Priyadi dan keluarga menangis. "Menangis bahagia. Alhamdulillah semua selamat. Tapi kaki saya ternyata keluar darah banyak. Sampai ndak terasa. Kaki saya sampai dijahit 15 jahitan," imbuhnya.

Kini Priyadi hanya bisa merenung, membayangkan bakal tinggal di mana dalam waktu beberapa bulan ke depan. Ia berharap bisa lagi membangun rumah bersama keluarganya.

"Rumah saya sudah hancur semuanya. Semoga Allah memudahkan lagi usaha keluarga saya untuk bikin rumah lagi. Saya hanya petani buruh, kadang juga buruh bangunan," katanya lirih.

Ia menutup cerita dengan kenangan tentang rumahnya, rumah milik sendiri yang berhasil ia bangun dengan keringat sendiri, beberapa bulan lalu. "Saya baru selesai bangun rumah ini tiga bulan lalu. Sekarang semuanya habis hancur hanya dalam 1 detik. Lemari, televisi, meja, semua di dalam rumah roboh tidak ada yang bisa digunakan lagi," pungkasnya saat ditemui oleh Tim Emergency Response Aksi Cepat Tanggap (ACT).

Salah satu anggota Tim Emergency Respone ACT, Giyanto, menjelaskan kondisi tenda-tenda pengungsian tak bisa dibilang layak. Pasalnya, banyak orang berdesakan dalam satu tenda kecil.

"Tidak normal. Itu banyak keluarga dalam satu tenda bertumpuk-tumpuk. Kalau malam semua tidur tidak beraturan. Kalau hujan, basah masuk ke dalam tenda pengungsian," kata Giyanto dalam keterangan tertulis, Jumat (27/4). (ega/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads