Ratusan warga yang tergabung dalam Kelompok Nelayan Anti Penangkapan Benur Pacitan mengawali aksinya di lapangan basket Alun-alun Pacitan. Selain mendesak penindakan pelaku penangkapan benur, kelompok yang merupakan gabungan nelayan dari 6 kecamatan mendesak pemangku kepentingan membersihkan perairan selatan Pacitan dari pelak (sarana penangkap benur).
"Pemerintah seharusnya segera membentuk perda larangan penangkapan benur dan menindak tegas pelaku penangkapan benur. Karena penangkapan benur sudah jelas dilarang seperti diatur Permen KP nomor 56 th 2016," tegas Rojihan, koordinator aksi. Ucapan Ketua PMII Pacitan itu disambut tepuk tangan massa.
Usai berorasi, massa lalu menggelar doa bersama. Sebelum meninggalkan lokasi, mereka juga mengadakan aksi teatrikal yang menggambarkan penangkapan bayi lobster ilegal. Aksi melibatkan beberapa orang mahasiswa beratribut PMII berlangsung di Jl JA Suprapto, depan pendopo kabupaten. Ini merupakan bentuk satir atas dugaan maraknya penangkapan benur terutama di pesisir timur Kabupaten Pacitan.
Tak puas berunjuk rasa di depan pendopo, massa lalu bergeser ke kantor UPT Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur di komplek Pelabuhan Pendaratan Ikan Tamperan. Beberapa orang perwakilan massa dizinkan masuk ruang rapat. Sementara ratusan nelayan lain bertahan di bawah terik matahari sore.
Nursalim, perwakilan nelayan, mengaku prihatin masih adanya tindakan melawan hukum yang dilakukan orang tidak bertanggungjawab. Dampaknya, nelayan kecil serta pedagang ikan kesulitan mendapat barang dagangan. Hal ini karena bayi lobster ditangkap sebelum waktunya sehingga tidak sempat tumbuh dewasa.
"Jika nantinya setelah pertemuan ini masih didapati adanya pelak di perairan, maka nelayan akan melakukan tindakan sendiri," tandasnya di depan pejabat provinsi maupun kabupaten yang menerima perwakilan massa.
Menanggapi desakan nelayan, Kepala Seksi Pengawasan Sumberdaya Kelautan, Slamet mengaku pihaknya memang menaruh perhatian serius terhadap isu penangkapan benur. Hal ini sama mendesaknya dengan penanganan cantrang di beberapa wilayah di tanah air. Dia pun berjanji menampung semua aspirasi dan menyampaikan kepada pemangku kepentingan.
"Intinya kami juga ingin sumberdaya laut berkelanjutan dan nantinya dpt dinikmati oleh anak cucu," katanya.
Kedatangan ratusan warga juga menyita perhatian Bupati Indartato. Orang nomor satu di 'Kota 1001 Gua' hadir di ruang rapat bersama Kapolres Pacitan AKBP Setyo Koes Heriyatno. Kedua pejabat itu pun sepakat menyerahkan penanganan kasus tersebut kepada pemerintah provinsi. Sebab, kewenangan pengelolaan laut merupakan wewenang provinsi.
"Besok Kamis (26/4/2018) saya akan menghadap Pak Gubernur serta ke Dinas Kelautan Provinsi untuk melaporkan kondisi nyata di Pacitan. Monggo untuk nelayan yg ikut silakan. Kita semua berharap akan ada solusi secepatnya," ujar Pak In.
Kapolres Pacitan, AKBP Setyo Koes Heriyatno menambahkan hingga saat ini pihaknya tetap tegas menindak penangkapan benur. Tentu saja, aparat penegak hukum juga ikut berharap permasalahan dapat dituntaskan tanpa menyisakan konflik. Terkait penegakan hukum, lanjut perwira polisi yang belum genap setahun bertugas di Pacitan, pihaknya tetap harus mengacu ketentuan. Yakni terpenuhinya unsur alat bukti.
"Saya kira semua instansi baik TNI, Polri, maupun instansi pemerintah lain sepakat dan mendukung penuh penyelesaian masalah benur ini," katanya.
Mengakhiri aksi, massa bersama unsur pemerintahan maupun penegak hukum menandatangani kesepakatan untuk secepatnya menyelesaikan kasus tersebut. Bahkan jika persoalan tidak selesai di tingkat provinsi, mereka bersedia membawanya hingga ke pemerintah pusat. Meski melibatkan ratusan orang, unjuk rasa berlangsung damai. Puluhan anggota Polri bersama TNI dan Satpol PP diterjunkan untuk mengamankan jalannya aksi. (bdh/bdh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini