Hal ini disampaikan Ketua PGSI Pusat dan Sumut Isanuddin Sitorus, saat Musyawarah Wilayah (Muswil) IV PGSI Sumut di Asrama Haji Medan, Senin (23/4/2018).
Diterangkan Isanuddin, bahwa sebagai sekolah yang lebih dulu berdiri dari pada sekolah-sekolah negeri, sekolah swasta terkesan dianaktirikan. Salah satunya minimnya kepedulian terhadap keberadaan sekolah dan guru-guru swasta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, lanjut Isanuddin, pihaknya juga meminta agar pemerintah memperhatikan keberlangsungan sekolah swasta dari ancaman sekolah negeri. Sekolah-sekolah negeri, menurutnya, banyak yang memaksa menampung siswa lebih banyak dengan membangun ruang kelas baru atau tidak melalui jalur resmi.
Hal ini diakui Isanuddin, akan mematikan sekolah swasta karena kekurangan siswa. Kondisi ini diperburuk lagi dengan penerapan double shift (pagi-siang) dan SMP terbuka. Harapan lainnya, lanjut Isanuddin Pemda Sumut menjamin hak asasi para guru swasta dari ancaman kriminalisasi akibat proses belajar mengajar di sekolah.
"Tidak seperti dulu kita dihukum angkat kaki sebelah atau dipukul sama rol tidak ada masalah, karena untuk mengajarkan hal yang baik. Sekarang ini kita para guru serba salah. Kita marahi atau menghukum murid karena tak buat PR saja kita bisa dipolisikan kalau dilaporkan. Padahal tujuan kita cuma ingin mendidik," harapnya.
Mendengar curhatan guru swasta itu, Edy yang dalam kesempatan tersebut didaulat menutup Muswil dengan memukul gong lima kali, mengaku prihatin karena kesejahteraan para guru swasta masih sangatlah jauh. Bahkan dirinya merasa miris masih ada guru swasta yang bergaji Rp 350 ribu per bulan.
"Ini jumlahnya tidak manusiawi! Saya pikir APBD Sumut harus bisa untuk menampung anggaran macam ini. Profesi guru ini harus dihormati," katanya.
Menurut Edy, persoalan kesejahteraan para guru baik negeri maupun swasta, harus menjadi perhatian serius. Sekolah negeri dan swasta harus bisa sejalan dalam mencetak generasi muda yang andal.
"Saya bisa seperti sekarang ini karena adanya guru-guru ini. Pendidikan itu sangatlah perlu. Alangkah naif saat mengharapkan dunia pendidikan kita maju satu sisi kesejahteraan guru terabaikan. Ini yang harus kita benarkan. Termasuk juga persoalan anggaran pendidikan kita," tegas Edy.
Persoalan pendidikan ini, lanjut Edy, merupakan salah satu prioritas Eramas selain persoalan lapangan kerja, kesehatan, dan pertanian dan nelayan. Pendidikan lanjut Edy merupakan salah satu faktor utama yang membuat suatu negara maju. (idr/nwy)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini