"Diakui ini, bahwa Hamzah mengakui ini terjadi missmanagement di dalam dia me-manage usaha ini," kata Hendro ketika ditemui di kantornya, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (17/4/2018).
Hendro menceritakan, pada 2012, Abu Tours menjual harga reguler untuk perjalanan umrah, yaitu Rp 17-18 juta. Dua tahun kemudian, muncul perusahaan sejenis yang menawarkan harga promo, yaitu Rp 12-13 juta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat itu, Abu Tours, disebut Hendro, ikut-ikutan menjual harga promo, padahal biaya sebenarnya tidak mencukupi. Hendro menyebut Hamzah berupaya menutupi kekurangan biaya perjalanan umrah itu dengan berinvestasi dalam bisnis restoran hingga percetakan.
"Di situlah muncul ketimpangan operasional. Dia mau bagaimana dia harus menerbangkan jemaah, sementara duitnya kurang. Nah apa yang dilakukan dengan caranya sendiri melakukan investasi pada saat itu," ujar Hendro.
"Investasinya melalui buka restoran, dia buka percetakan, dia buka media, tetapi rupanya uangnya tidak menutupi juga, lalu dia jual promo terus masuk promo akhirnya seperti skema Ponzi yang dilakukan," imbuh Hendro.
Selain itu, Hendro menyebut munculnya perkara First Travel turut berdampak pada Abu Tours. Saat itu banyak jemaah First Travel yang mengajukan refund atau meminta pengembalian uang yang membuat jemaah Abu Tours melakukan hal serupa. Hal itu, menurut Hendro, berdampak pada pemasukan Abu Tours yang sebenarnya digunakan untuk memberangkatkan jemaah sebelumnya.
"Nah, hancurnya Abu Tours pada saat terjadinya kasus First Travel. Pada saat kasus First Travel, Abu Tours gangguan cash flow karena jemaah banyak yang refund, jemaah banyak yang wait and see, ini yang mengganggu pendapatan kepada Abu Tours, jualan promo disetop Kemenag, nggak boleh lagi Abu Tours menjual harga promo," ujar Hendro. (dhn/dhn)