"Bila pilkada langsung dikembalikan ke DPRD, itu set back (kemunduran)," kata anggota Dewan Pakar Partai NasDem Taufiqulhadi kepada detikcom, Jumat (13/4/2018).
Wacana pilkada langsung dikembalikan menjadi pilkada lewat DPRD dimunculkan kembali oleh Ketua DPR Bambang Soesatyo. Menurut Bambang, pilkada langsung itu berbiaya besar, sarat politik uang, dan menghasilkan kepala daerah yang banyak kena kasus korupsi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak ada hubungan apa pun antara persoalan money politics dengan pilkada langsung," kata anggota Komisi Bidang Hukum DPR ini.
Uang yang berhamburan di pilkada memang sangat banyak, tapi hanya bergulir di partai dan politisi. Uang itu jarang mengalir ke masyarakat umum atau hanya sebagian kecil.
"Memangnya mereka membayar semua ke masyarakat calon pemilih? Kan tidak," kata Taufiqulhadi.
Yang terjadi, para kandidat calon kepala daerah membayar mahar ke parpol yang hendak mengusungnya. Politik uang seperti ini akan tetap terjadi sekalipun pilkada digelar lewat DPRD.
"Kalau lewat DPRD, tetap saja itu terjadi, akan diambil lebih banyak lagi," ujarnya memprediksi.
Baca juga: Pilkada Langsung Dihapus, Setuju atau Tidak? |
Maka, bila hendak menghapus politik uang di pilkada langsung, caranya bukanlah dengan mengembalikan pilkada ke cara pemilihan lewat DPRD, melainkan memperbaiki hukum. Undang-undang perlu mempermudah pemidanaan pelaku politik uang.
"Seharusnya kita maju, jangan mundur. Untuk parpol-parpol, jangan jual kendaraan kepada mereka yang meminta dicalonkan menjadi kepala daerah. Hapuskan mahar," kata Taufiqulhadi. (dnu/gbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini