PAN Pakai Data Megawati Institute, PDIP: Mereka Bersilat Politik

PAN Pakai Data Megawati Institute, PDIP: Mereka Bersilat Politik

Elza Astari Retaduari - detikNews
Kamis, 29 Mar 2018 18:17 WIB
Foto: Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno. (Ari Saputra/detikcom).
Jakarta - PAN menggunakan data dari Megawati Institute (MI) saat mengungkap ketimpangan kepemilikan lahan di Indonesia. PDIP pun menilai PAN tengah bersilat politik.

"Yang jelas dengan merefer studi MI, PAN 'menghemat tenaga' dalam bersilat politik," ungkap Ketua DPP PDIP Bidang Ekonomi, Hendrawan Supratikno saat dimintai tanggapan soal manuver PAN kali ini, Kamis (29/3/2018).

PAN jumpa pers soal ketimpangan lahan di Indonesia setelah geger tudingan Ketua Dewan Kehormatan mereka, Amien Rais soal bagi-bagi sertifikat tanah Presiden Joko Widodo. Amien menyatakan 74% tanah dikuasai segelintir orang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menko Kemaritiman Luhut B Pandjaitan meminta Amien mengeluarkan data yang jadi rujukan. Sang anak yang juga politikus PAN, Hanafi Rais menyebut pernyataan Amien berdasarkan dari Bank Dunia.


Namun Bank Dunia membantah telah mengeluarkan data yang dimaksud Hanafi. Belakangan diketahui, data yang dimaksudnya itu hanya berdasarkan pernyataan Ketua Komnas HAM periode 2012-2017 Hafid Abbas yang dikutip cnnindonesia.com, dan keterangan Ombudsman Republik Indonesia yang dimuat harian Kompas.

Tak bisa menunjukkan dokumen soal 74 persen tanah dikuasai segelintir warga Indonesia, PAN lalu kembali membahas soal ketimpangan lahan di Indonesia. Kali ini menggunakan data think tank Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri, Megawati Institute. Namun data termutakhir yang dijadikan landasan adalah tahun 2013. Bahkan elite-elite PDIP mengkritik hasil riset Megawati Institute tersebut.

"Yang dipaparkan MI itu on going research. Jadi belum hasil akhir. Soal fenomena kesenjangan, itu soal lama, bukan baru lahir era Jokowi," sebut Hendrawan.


"Metode penelitian Arif Budimanta, Direktur Eksekutif MI, dikritik tajam oleh internal MI seperti saya, Sonny Keraf, Darmadi Durianto dan lain-lain," lanjutnya

Profesor ekonomi ini pun menyebut justru di era pemerintahan Jokowi ketimpangan kepemilikan lahan di Indonesia menurun. Hendrawan menegaskan perekonomian Indonesia lebih baik saat Jokowi memimpin.

"Pada zaman Jokowi justru indeks gini menurun, distribusi aset produktif, berusaha lebih inklusif dan terbagi, alokasi kredit ke UMKM meningkat," papar anggota Komisi XI DPR itu.

PAN Pakai Data Megawati Institute, PDIP: Mereka Bersilat PolitikFoto: Konferensi Pers Hanafi Rais (tengah). Haris Fadhil/detikcom

Soal sikap Amien Rais Cs yang kerap mengutip data, Hendrawan menilai itu digunakan untuk menghantam lawan politik. Amien diketahui memang tokoh senior anti-Jokowi.

"Saya melihat PAN hanya mengutip sepotong sepotong, tanpa masuk ke jantung metodoginya. Yang dikutip bagian yang bisa melayani posisi politiknya," sebut Hendrawan.

"MI kan dianggap dekat dengan Jokowi. Artinya pakai data dari kubu yang sedang dikritik," tambah dia.

Sebelumnya dalam konferensi pers yang digelar di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (29/3), Wakil Ketua Dewan Kehormatan PAN Dradjad Wibowo menggunakan data dari Megawati Institute soal ketimpangan kepemilikan lahan di Indonesia. Dalam seminar, Hanafi Rais juga hadir.

"Ini hasil riset oligarki ekonomi diterbitkan Megawati Institute. Salah satunya itu ada rasio gini lahan di Indonesia. Jadi di situ disebutkan pada tahun 1973 berdasarkan sensus, rasio gini lahan itu 0,55, tahun 1983 0,5, tahun 1993 itu 0,64, tahun 2003 0,72, tahun 2013 masih dibintangi waktu itu, 0,68," tutur Dradjad.


Menurutnya data riset Megawati Institute itu diperoleh dari sensus tiap 10 tahun oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Lewat data tersebut, Dradjad menyatakan ketimpangan kepemilikan lahan di Indonesia paling tinggi terjadi pada tahun 2003.

"Rasio gini semakin tinggi itu semakin timpang. Skalanya 0 sampai 1. Jadi antara 0 sampai 1. Kalau 0 itu tidak timpang, perfect equality. Artinya orang mempunyai lahan yang sama. Ketika makin tinggi maka dia makin jelek," ungkapnya.

Selanjutnya, Dradjad menilai berdasarkan data itu ketimpangan kepemilikan lahan di Indonesia lebih parah dibanding ketimpangan pendapatan. Ia menyebut angka ketimpangan pendapatan di Indonesia berkisar di 0,4 pada zaman SBY dan turun sedikit belakangan ini.

"Rasio gini untuk pendapatan itu sekitar 0,4 pada zaman pak SBY sekarang agak turun sedikit. Artinya ketimpangan penguasaan lahan jauh lebih jelek," beber Drajad. (elz/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads