Kasubdit Forensik dan Barang Bukti Ditjen Pajak Joni Isparianto menjelaskan meterai palsu tak akan menggugurkan perjanjian tersebut. Namun, sambung Joni, meterai palsu itu harus segera diganti.
"Perjanjian di peraturannya itu adalah ketika ada perjanjian, di situnya ada meterai palsu itu harus diganti, kalau diproses perdatanya. Walau itu proses perdata, tapi tidak menggugurkan perjanjian, tapi hanya meterai diganti," kata Joni di Mapolda Metro Jaya, Jalan Sudirman, Jakarta Selatan, Selasa (20/3/2018).
Menurut Joni, perjanjian yang menggunakan meterai palsu tak akan diakui secara perdata. Namun dia menyerahkan sepenuhnya kepada pihak yang berwenang untuk menentukan sah atau tidaknya sebuah perjanjian itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Joni menjelaskan soal perbedaan antara meterai palsu dan asli. Menurut Joni, salah satu faktor yang membedakan meterai asli adalah harga yang tak akan berbeda jauh dari jenis meterai yang dibeli.
"Kemudian yang penting kantor pos tidak pernah menjual di bawah Rp 3 ribu atau meterai yang 6.000 di bawah Rp 6 ribu. Tidak ada. Pastikan masyarakat kalau ada informasi, jualan meterai di bawah 3 ribu atau 6 ribu palsu," tuturnya.
Terkait meterai palsu, Polda Metro Jaya dan Ditjen Pajak telah menangkap delapan tersangka, yaitu D, H, IS, AS, AF, AT, PA, dan ZF. Kedelapan tersangka itu diduga menjual meterai palsu secara online dan ke toko-toko kelontong. Polisi saat ini masih memburu tiga orang lain yang diduga berperan sebagai pembuat meterai palsu tersebut.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 13 Undang-Undang No 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai jo Pasal 253 KUHP jo Pasal 257 KUHP dan/atau Pasal 3, 4, dan 5 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang. (knv/mei)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini